Karya rinaras ambuka budi, gapura mangesthi aruming bawana.

Rabu, 15 Juni 2016

Konflik agraria masyarakat adat (Dimas B.)



RESOLUSI KONFLIK AGRARIA
(STUDI PADA KONFLIK MASYARAKAT SUKU ANAK DALAM DAN PT ASIATIC PERSADA)




PAPER
Untuk Memenuhi Tugas Pengantar Ilmu Sosiologi




Oleh
Dimas Baskoro
140910201042





PROGRAM STUDI ADMINISTRASI NEGARA
JURUSAN ILMU ADMINISTRASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS JEMBER
2014



BAB 1. PENDAHULUAN



1.1         Latar Belakang
Indonesia adalah negara yang beriklim tropis, semua yang ditanam disini dapat tumbuh dengan suburnya. Tanah kita subur. Sawah, hutan, gunung, lembah dan juga lautan terhampar menakjubkan. Dunia memandang kita sebagai zamrud khatulistiwa, hamparan tanah hijau yang membentang menjadi pembuktian nyata. 8,10 juta hektar bentangan sawah kita,[1] 162 juta hektar daratan tertutupi oleh hijaunya pepohonan hutan.[2] gunung, lembah dan lautan membentengi seluruh simpanannya. bayangkan bila seluruh kekayaan itu dapat dikelola dengan baik, bayangkan bila setidaknya kelebihan kita di sektor agraria ini dapat kita maksimalkan. Mungin bila kita dapat mengandaikan, negeri ini akan menjadi sesosok raksasa hijau yang ditakuti. Namun demikian, kenyataan bertolak belakang dengan pengandaiannya, berbagai konflik menggerogoti khayalan kita tersebut. Musim yang kian sukar diprediksi, hama yang susah diatasi, barang-barang impor yang masuk tak terkendali, hingga konflik sengketa lahan yang tak kunjung usai menjadi persoalan yang makin menambah peliknya kondisi agrarian kita.
Konflik sengketa lahan merupakan salah satu dari permasalahan di sektor agraria yang sukar untuk diselesaikan. Hal ini dikarenakan perbedaan kepentingan dari masing-masing pihak yang bertikai dan kengototan untuk mempertahankan pendiriannya masing-masing. Konflik agraria ini juga disebabkan oleh lemahnya regulasi pemerintah, pengaturan tata ruang yang tak kunjung tuntas, serta lemahnya penegakan hukum dan HAM.
Sulit dipungkiri bahwa kondisi agraria Indonesia yang mengemuka selama ini adalah konflik agraria yang semakin mengeras. Tragedi berdarah akibat konflik agraria yang berdimensi pelanggaran hak asasi manusia (HAM) datang silih berganti. Sebagian yang menjadi korban adalah komunitas masyarakat adat, dan kaum tani, tidak sedikit pula kaum miskin di perkotaan jadi bulan-bulanan penggusuran. Suku Anak Dalam adalah salah satu korban dari konflik agraria yang berdimensi hak asasi manusia. Konflik antara masyarakat adat Suku Anak Dalam dengan PT Asiatic Persada ini, telah mengakibatkan jatuhnya korban luka dan tewas. Selain itu, konflik ini juga menyebabkan ratusan rumah Suku Anak Dalam tergusur dan mengakibatkan ribuan Suku Anak Dalam dilarikan ke pengungsian.[3] Penyelesaian Konflik antara masyarakat adat Suku Anak Dalam dengan PT Asiatic Persada ini mendesak untuk dilakukan. Mengingat telah meluasnya dampak yang diakibatkannya dan jatuhnya korban serta kerugian meteriil terutama dari pihak masyarakat adat Suku Anak Dalam.
Studi ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis sebab-sebab  terjadinya konflik agraria antara masyarakat adat Suku Anak Dalam dengan PT Asiatic Persada. Dampak-dampak yang ditimbulkan oleh konflik tersebut dan bagaimana proses akomodasi yang telah berlangsung selama ini serta bagaimana sebenarnya akomodasi yang tepat guna mengatasi konflik tersebut.



1.2         Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang muncul dalam kajian ini antara lain ;
a.              Bagaimana proses terjadinya konflik agraria antara masyarakat adat Suku Anak Dalam dengan PT Asiatic Persada beserta sebab-sebab yang menyertainya?
b.             Bagaimana upaya akomodasi selama ini sebagai bentuk penyelesaian konflik agraria antara masyarakat adat Suku Anak Dalam dengan PT Asiatic Persada?
c.              Apa akomodasi yang tepat untuk mengatasi konflik agraria antara masyarakat adat Suku Anak Dalam dengan PT Asiatic Persada terutama dari perspektif masyarakat.



1.3         Tujuan
Adapun tujuan yang menyertai adalah sebagai berikut ;
a.             Mengetahui dan memaparkan proses terjadinya konflik agraria antara masyarakat adat Suku Anak Dalam dengan PT Asiatic Persada beserta sebab-sebab yang menyertainya.
b.             Mengetahui dan menganalisis upaya-upaya akomodasi yang telah dilakukan selama ini sebagai penyelesaian konflik agraria antara masyarakat adat Suku Anak Dalam dengan PT Asiatic Persada.
c.              Mengetahui dan menganalis apa akomodasi yang tepat untuk menagtasi konflik agraria antara masyarakat adat Suku Anak Dalam dengan PT Asiatic Persada terutama dari perspektif masyarakat.
















BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA



2.1     Definisi Konflik
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) konflik diartikan sebagai percekcokan, perselisihan atau pertentangan.[4] Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.[5] Konflik biasanya diberi pengertian sebagai satu bentuk perbedaan atau pertentangan ide, pendapat, faham dan kepentingan di antara dua pihak atau lebih. Berikut beberapa Pengertian Konflik Sosial Menurut para Ahli:
a.      Menurut Cassel Concise dalam Lacey : mengemukakan bahwa konflik sebagai “a fight, a collision; a struggle, a contest; opposition of interest, opinion or purposes; mental strife, agony”. Pengertian tersebut memberikan penjelasan bahwa konflik adalah suatu pertarungan, suatu benturan; suatu pergulatan; pertentangan kepentingan, opini-opini atau tujuan-tujuan; pergulatan mental, penderitaan batin.         
b.      Menurut Wexley & Yukl : Konflik juga merupakan perselisihan atau perjuangan di antara dua pihak (two parties) yang ditandai dengan menunjukkan permusuhan secara terbuka dan atau mengganggu dengan sengaja pencapaian tujuan pihak yang menjadi lawannya.[6]

c.       Menurut Soerjono Soekanto : Suatu proses sosial individu atau kelompok yang berusaha memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan yang disertai dengan ancaman dan atau kekerasan.[7]



2.2         Faktor-faktor Penyebab Konflik
Soerjono Soekanto mengemukakan 4 faktor penyebab terjadinya konflik yaitu :
a.              perbedaan antar individu,
b.             perbedaan kebudayaan,
c.              perbedaan kepentingan dan
d.             perubahan sosial.[8]



2.3         Pengertian Agraria
Kata agraria mempunyai arti yang sangat berbeda antara bahasa yang satu dengan bahasa lainnya. Istilah agraria berasal dari kata akker (Bahasa Belanda), agros (Bahasa Yunani) berarti tanah pertanian, agger (Bahasa Latin) berarti tanah atau sebidang tanah, agrarian (Bahasa Inggris) berarti tanah untuk pertanian.[9] Dalam terminologi bahasa Indonesia, agraria berarti 1) urusan pertanian atau tanah pertanian, 2) urusan pemilikan tanah.[10]
Menurut Andi Hamzah, agraria adalah masalah tanah dan semua yang ada di dalam dan di atasnya. Menurut Subekti dan R. Tjitrosoedibio, agraria adalah urusan tanah dan segala apa yang ada di dalam dan di atasnya. Apa yang ada di dalam tanah misalnya batu, kerikil, tambang, sedangkan yang ada di atas tanah dapat berupa tanaman, bangunan.[11]
          Dalam Undang-undang No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, LNRI tahun 1960 No.104–TLNRI No.2043, disahkan 24 September 1960, yang lebih dikenal dengan sebutan Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) tidak memberikan pengertian, hanya memberikan ruang lingkup agraria sebagaimana yang tercantum dalam konsiedern, pasal-pasal maupun penjelasannya. Ruang lingkup agraria menurut UUPA meliputi bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya (Pasal 1 ayat (2)).[12] Ruang lingkup sumber daya agraria tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
1.             Bumi
Pengertian bumi menurut Pasal 1 ayat (4) UUPA adalah permukaan bumi, termasuk pula tubuh bumi di bawahnya serta yang berada di bawah air. Permukaan bumi menurut Pasal 4 ayat (1) UUPA adalah tanah.
2.             Air
Pengertian air menurut Pasal 1 ayat (5) UUPA adalah air yang berada di perairan pedalaman maupun air yang berada di laut wilayah Indonesia. Dalam Pasal 1 angka 3 Undang-undang No. 11 Tahun 1974 tentang pengairan, disebutkan bahwa pengertian air meliputi air yang terdapat di dalam dan atau berasal dari sumber-sumber air, baik yang terdapat di atas maupun di bawah permukaan tanah, tetapi tidak meliputi air yang terdapat di laut.
3.             Ruang Angkasa
Pengertian ruang angkasa menurut Pasal 1 ayat (6) UUPA adalah ruang di atas bumi wilayah Indonesia. Pengertian ruang angkasa menurut Pasal 48 UUPA, ruang di atas bumi dan air yang mengandung tenaga dan unsur-unsur yang dapat digunakan untuk usaha-usaha memelihara dan memperkembangkan kesuburan bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dan hal-hal lain yang bersangkutan dengan itu.


4.             Kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi
          Kekayaan alam yang terkandung dalam bumi disebut bahan, yaitu unsur-unsur kimia, mineral-mineral, bijih-bijih dan segala macam batuan, termasuk batuan-batuan mulia yang merupakan endapan-endapan alam (Undang-undang No. 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan). Kekayaan alam yang terkandung di air adalah ikan dan lain-lain kekayaan alam yang berada di dalam perairan pedalaman dan laut wilayah Indonesia (Undang-undang No. 9 Tahun 1985 tentang Perikanan).[13]

                   Pengertian agraria dalam arti sempit hanyalah meliputi permukaan bumi yang disebut tanah, sedangkan pengertian agrarian dalam arti luas. Pengertian tanah yang dimaksudkan disini bukan dalam pengertian fisik, melainkan tanah dalam pengertian yuridis, yaitu hak. Pengertian agrarian yang dimuat dalam UUPA adalah pengertian agrarian dalam arti luas.[14]



2.4  Konflik Agraria
Konflik agraria merupakan jenis konflik horisontal yang paling ekspresif saat ini. Tingkat keragaman konflik dan jumlah korbannya juga tercatat paling tinggi. Potensi konflik agraria yang sangat besar meliputi sektor kehutanan, perkebunan, dan pertambangan.[15] Konflik agraria yang terus bermunculan di berbagai daerah, dinilai terjadi karena penyelesaian konflik yang dilakukan oleh  pemerintah tidak pernah menyentuh akar persoalan. Dimana pemerintah hanya menyelesaikan konflik di permukaan saja, yakni hanya dengan memberikan penjelasan mengenai kekerasan,  pelaku, dan korban dari konflik yang terjadi, namun tidak menyentuh akar masalah. Seperti konflik agraria di kawasan perkebunan yang merupakan konflik paling tua dan paling banyak memakan korban. Misalnya konflik yang terjadi di Bima, Mesuji, Langkat, Jambi, Ogan Ilir, konflik-konflik yang dilatarbelakangi munculnya perkebunan sawit ini terus terjadi karena masih berlangsungnya pembukaan lahan besar-besaran di kawasan hutan untuk dijadikan perkebunan seperti yang terjadi di Provinsi Jambi, antara masyarakat adat Suku Anak Dalam dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit PT. Asiatic Persada.


         
2.5    Profil Masyarakat Adat Suku Anak Dalam
Provinsi Jambi memiliki keberanekaragaman budaya termasuk salah satunya macam-macam suku. Salah satu suku di Jambi yang banyak dikenal oleh masyarakat Indonesia adalah suku adat Anak dalam. Suku Anak Dalam di provinsi Jambi memiliki sebutan nama untuk mereka yaitu Kubu, suku Anak Dalam dan anak Rimba. Untuk sebutan kubu bagi suku Anak Dalam memiliki arti yang negatif. Kubu memiliki arti menjijikan, kotor dan bodoh. Panggilan kubu bagi suku anak dalam pertama kali terdapat di tulisan-tulisan pejabat kolonial. Sebutan suku Anak Dalam merupakan sebutan yang diciptakan oleh pemerintah Indonesia melalui Departemen Sosial. Arti suku Anak Dalam memiliki arti orang yang bermukim di pedalaman dan terbelakang. Sebutan yang ketiga adalah Anak Rimba merupakan sebutan yang lahir dari suku Anak Dalam sendiri. Arti Anak Rimba adalah orang yang hidup dan mengembangkan kebudayaan tidak terlepas dari hutan, tempat tinggal mereka. Istilah orang Rimba dipublikasikan oleh seorang peneliti Muntholib Soetomo melalui disertasinya berjudul “Orang Rimbo: Kajian Struktural Fungsional masyarakat terasing di Makekal, provinsi Jambi”.
Secara mitologi, suku Anak Dalam masih menganggap satu keturunan dengan Puyang Lebar Telapak yang berasal dari Desa Cambai, Muara Enim. Menurut pengingatan mereka, yang didapat dari penuturan kakek-neneknya, bahwa sebelum mereka bertempat tinggal di wilayah Sako Suban, mereka tinggal di dusun Belani, wilayah Muara Rupit. Mereka hijrah karena terdesak waktu perang ketika zaman kesultanan Palembang dan ketika masa penjajahan kolonial Belanda. Secara tepat waktu kapan mereka hijrah tidak diketahui lagi yang mereka (Suku Anak Dalam) ingat berdasarkan penuturan, hanya masa kesultanan Palembang dan masa penjajahan Belanda. Dari Dusun Belani, Suku Anak-Dalam mundur lebih masuk ke hutan dan sampai di wilayah Sako Suban. Di wilayah Sako Suban ini, mereka bermukim di wilayah daratan diantara sungai Sako Suban dan sungai Sialang, keduanya sebagai anak dari sungai Batanghari Leko. Wilayah pemukiman yang mereka tempati disebut dengan Tunggul Mangris.
Menurut Departemen sosial dalam data dan informasi Depsos RI (1990) menyebutkan asal usul Suku Anak Dalam yaitu: Sejak Tasun 1624, Kesultanan Palembang dan Kerajaan Jambi yang sebenarnya masih satu rumpun memang terus menerus bersitegang dan pertempuran di Air Hitam akhirnya pecah pada tahun 1629. Versi ini menunjukkan mengapa saat ini ada dua kelompok masyarakat Anak Dalam dengan bahasa, bentuk fisik, tempat tinggal dan adat istiadat yang berbeda. Mereka yang menempati belantara Musi Rawas (Sumatera Selatan) berbahasa Melayu, berkulit kuning dengan postur tubuh ras Mongoloid seperti orang Palembang sekarang. Mereka ini keturunan pasukan palembang. Kelompok lainnya tinggal di kawasan hutan Jambi berkulit sawo matang, rambut ikal, mata menjorok ke dalam. Mereka tergolong ras wedoid (campuran wedda dan negrito).
Suku anak dalam memiliki wilayah hidup yang cukup luas di Sumatera. Mulai dari Palembang hingga Riau dan Jambi. Namun, memang paling banyak terdapat di daerah Jambi. Berdasarkan hasil survei Kelompok Konservasi Indonesia (KKI) Warsi tahun 2004 menyatakan, jumlah keseluruhan Orang Rimba di TNBD ada 1.542 jiwa. Mereka menempati hutan yang kemudian dinyatakan kawasan TNBD, terletak di perbatasan empat kabupaten, yaitu Batanghari, Tebo, Merangin, dan Sarolangun.
Hingga tahun 2006, paling sedikit terdapat 59 kelompok kecil Orang Rimba. Beberapa ada yang mulai hidup dan menyatukan diri dengan kehidupan desa sekitarnya. Namun sebagian besar masih tinggal di hutan dan menerapkan hukum adat sebagaimana nenek moyang dahulu. Selain di TNBD, kelompok- kelompok Orang Rimba juga tersebar di tiga wilayah lain. Populasi terbesar terdapat di Bayung Lencir, Sumatera Selatan, sekitar 8.000 orang. Mereka hidup pada sepanjang aliran anak-anak sungai keempat (lebih kecil dari sungai tersier), seperti anak Sungai Bayung Lencir, Sungai Lilin, dan Sungai Bahar. Ada juga yang hidup di Kabupaten Sarolangun, sepanjang anak Sungai Limun, Batang Asai, Merangin, Tabir, Pelepak, dan Kembang Bungo, jumlahnya sekitar 1.200 orang. Kelompok lainnya menempati Taman Nasional Bukit Tigapuluh, sekitar 500 orang.
Karena tidak dekat dengan peradaban dan hukum modern, Orang Rimba memiliki sendiri hukum rimba. Mereka menyebutnya seloka adat. Daerah yang didiami oleh Suku Anak Dalam ada di kawasan Taman Nasional Bukit XII antara lain terdapat di daerah Sungai Sorenggom, Sungai Terap dan Sungai Kejasung Besar/Kecil, Sungai Makekal dan Sungai Sukalado. Nama-nama daerah tempat mereka bermukim mengacu pada anak-anak sungai yang ada di dekat permukiman mereka.[16] 



2.6    Profil PT Asiatic Persada
PT Asiatic Persada adalah sebuah perusahaan yang berkecimpung dalam perkebunan kelapa sawit dari Jambi , Indonesia. Perusahaan ini didirikan pada tahun 1979. Perkebunan kelapa sawit Ini memiliki luas sekitar 270 kilometer persegi. Pada tahun 2000, perusahaan yang awalnya dikuasai oleh Keluarga Senangsyah ini dijual kepada Commonwealth Development Corporation dan Pacific Rim (CDC PacRim) , setelah itu Cargill (2006) dan akhirnya oleh Wilmar pada tahun yang sama.[17]






2.7         Akomodasi
Akomodasi adalah suatu proses kearah tercapainya persepakatan sementara yang dapat diterima kedua belah pihak yang tengah bersengketa. Akomodasi ini terjadi pada orang-orang atau kelompok yang mau tak mau harus bekerja sama, sekalipun dalam kenyataannya mereka masing-masing selalu memiliki paham yang berbeda dan bertentangan.
Bentuk-bentuk Akomodasi :
a.              Pemaksaan (Coercion)  ialah proses Akomodasi yang berlangsung melalui cara pemaksaan sepihak dan yang dilakukan dengan mengancam saksi.
b.             Kompromi (Compromise) ialah proses Akomodasi yang berlangsung dalam bentuk usaha pendekatan oleh kedua pihak yang bersedia mengurangi tuntutan masing masing.
c.              Penggunaan jasa perantara (Mediation) ialah suatu usaha Akomodasi dengan cara mendatangkan pihak ketiga yang sifatnya netral tidak memihak.
d.             Penggunaan jasa penengah (Arbitrate) ialah suatu usaha Akomodasi dengan cara mendatangkan jasa penengah, penengah ini menyelesaikan konflik dengan membuat keputusan-keputusan penyelesaian atas dasar ketentuan-ketentuan yang ada 
e.              Peradilan (Adjudication) ialah suatu usaha penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh pihak ketiga yang mempunyai wewenang sebagai penyelesai sengketa.
f.              Toleransi (Tolerantion) ialah suatu bentuk Akomodasi yang berlangsung tanpa manifestasi persetujuan formal macam apapun.[18]




BAB 3. PEMBAHASAN



3.1 Proses Terjadinya Konflik
   Semenjak dahulu, Suku Anak Dalam (SAD) di Propinsi Jambi bermukim disepanjang aliran Sungai Bahar, Sungai Kandang, Sungai Markanding (kini berada dalam administrasi Pemerintahan Kabupaten Batang Hari dan Muaro Jambi), dan aliran sungai besar lainnya.[19] Mereka bercocok tanam dan memanfaatkan hasil hutan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Di zaman Belanda, pada batas-batas tertentu, hak-hak mereka atas tanah telah diakui dan kemudian situasi berubah ketika Indonesia merdeka. Di bawah pemerintahan Soeharto (Orde Baru) utamanya, praktek pembukaan hutan untuk kepentingan bisnis semakin massif di tahun 1970an, baik untuk kepentingan transmigrasi, bisnis perkayuan (HPH) hingga pembangunan perkebunan kelapa sawit. Praktek ini menyebabkan ruang hidup Suku Anak Dalam semakin menyempit, hak-hak atas tanah tidak pernah diakui oleh negara dan perampasan tanah diwilayah mereka semakin meningkat. Mata pencaharian hilang dan kemiskinan menjerat kehidupan Suku Anak Dalam di Jambi. PT Asiatic Persada, perusahaan perkebunan besar kelapa sawit milik Wilmar ini beroperasi tepat di wilayah yang dianggap Suku Anak Dalam sebagai tanah ulayat mereka.
   Semenjak awal berdiri, PT Asiatic Persada terus menerus berkonflik dengan masyarakat lokal. Pada mulanya, konflik terjadi di daerah Sungai Bahar, kemudian dalam perkembangannya melebar dan melibatkan masyarakat lain di luar wilayah tersebut yang merasa hak nya atas tanah telah dirampas oleh PT Asiatic Persada. Perusahaan yang dahulunya bernama PT Bangun Desa Utama (PT BDU) ini beroperasi di tahun 1986, setelah mendapatkan izin Hak Guna Usaha (HGU) diatas tanah seluas 20.000 Ha. Keberadaan Dusun, perkampungan dan perladangan masyarakat lokal SAD Sungai Bahar secara eksplisit disebut dalam surat pelepasan areal kawasan hutan untuk perkebunan kelapa sawit milik PT. BDU yang dikeluarkan oleh Badan Inventarisasi dan Tata Guna Hutan Departemen Kehutanan Jakarta No. 393/VII-4/1987 tanggal 11 Juli 1987. Pada point 5 surat tersebut disebutkan bahwa pada lokasi ini terdapat pemukiman penduduk, perkebunan, perladangan dan belukar milik masyarakat, dengan rincian sebagai berikut: dari 27.150 Ha lahan hutan yang dilepaskan terdapat 23.000 Ha lokasi yang masih berhutan, 1.400 Ha belukar, 2.100 Ha perladangan, dan 50 Ha pemukiman penduduk.[20]
            Pembangunan kebun sawit mulai massif dilakukan pada tahun 1990. Tahun 1992, PT BDU berganti nama menjadi PT Asiatic Persada. Sejak dimulainya pembangunan kebun sawit, konflik lahan dengan Suku Anak Dalam terus meningkat dan atas dukungan militer di zaman Presiden Soeharto, perlawanan tersebut dengan segera dipadamkan. Sejak tahun 1998, situasi politik berubah ketika Presiden Soeharto tak lagi berkuasa dan masyarakat mulai berani melakukan perlawanan dan menyatakan tuntutan pengembalian tanah dan kompensasi atas tanah yang telah tergusur. PT Asiatic Persada juga berkali-kali berganti kepemilikan. Pada tahun 2000, perusahaan yang awalnya dikuasai oleh Keluarga Senangsyah ini dijual kepada Commonwealth Development Corporation dan Pacific Rim (CDC PacRim) , setelah itu Cargill (2006) dan akhirnya oleh Wilmar pada tahun yang sama.[21]
            Pada tahun 2002, PT Asiatic Persada menjanjikan pembangunan kebun kemitraan seluas 600 Ha di bagian sebelah utara HGU PT Asiatic Persada dan seluas 400 Ha di bagian selatan HGU PT Asiatic Persada (Areal Bungin) yang diperuntukkan untuk Suku Anak Dalam yang berada di Desa Tanjung Lebar, Dusun Sungai Beruang dan Dusun Muaro Penyerukan.[22] Namun, setelah Wilmar membeli PT Asiatic Persada, rencana pembangunan kebun kemitraan ini tidak direalisasikan. Kemudian pada tahun 2010, PT Asiatic Persada mencadangkan kebun kemitraan kelapa sawit seluas 1000 Ha kepada seluruh Suku Anak Dalam dengan jumlah 771 KK berdasarkan hasil identifikasi dan verifikasi Pemerintah Kabupaten Batang Hari.[23] Meski sebagian kelompok Suku Anak Dalam menerima kemitraan kelapa sawit seluas 1000 Ha, sebagian besar kelompok Suku Anak Dalam lainnya justru menolak dan tetap menginginkan lahan yang diklaim oleh masing-masing kelompok dikembalikan kepada Suku Anak Dalam. Kelompok Suku Anak Dalam  lain seperti Tanah Menang, Pinang Tinggi dan Padang Salak, menolak pembangunan kebun kemitraan sebagai kompensasi atas lahan dan perladangan mereka yang telah digusur oleh PT Asiatic Persada dan tetap menuntut dikembalikannya lahan mereka.
            Dalam perjalanannya, berbagai tindak kekerasan membumbui konflik yang berkepanjangan ini. Ironisnya aparatur negara yang seharusnya bersikap netral dan lebih mengutamakan keselamatan, lebih mengutamakan kepentingan umum masyarakatnya justru memihak dan terkadang ikut campur dalam konflik perbedaan kepentingan ini. Dalam berita yang dilangsir oleh Gatranews misalnya, diberitakan seorang warga Suku Anak Dalam Puji Bin Tayat meninggal dunia dan 5 warga Suku Anak Dalam lainnya mengalami luka parah diakibatkan oleh tindakan pengeroyokan oleh oknum militer dan petugas keamanan PT. Asiatic Persada.[24] Kemudian dalam berita yang dilangsir oleh BerdikariOnline terjadi penculikan dan pengambilan paksa terhadap saudara Titus oleh oknum militer dan petugas keamanan PT. Asiatic Persada dimana korban dianiaya dan dikeroyok hingga terluka parah.[25]
            Perampasan tanah, konflik agraria, dan kekerasan terhadap Suku Anak Dalam menjadi permasalahan utama dari konflik antara Suku Anak Dalam dengan PT. Asiatic Persada ini.
           


3.1         Penyelesaian Konflik selama ini
Beberapa kali usaha penyelesaian konflik melalui jalur pemerintah (dari tingkat Nasional, Propinsi dan Kabupaten) telah ditempuh oleh kelompok-kelompok Suku Anak Dalam yang berkonflik dengan PT Asiatic Persada, tetapi dalam perjalanannya tidak kunjung ditemukan penyelesaian yang dapat diterima oleh kedua belah pihak. Pemerintah dinilai abai dan tidak serius dalam menyelesaikan konflik ini. Tidak adanya respon yang baik dari pemerintah membuat kelompok-kelompok Suku Anak Dalam putus asa. Berbagai konflik kembali tumbuh subur. Pendudukan lahan dilakukan oleh hampir seluruh kelompok-kelompok Suku Anak Dalam diareal-areal yang mereka klaim. Tidak adanya respon yang baik dari pemerintah ini juga mengakibatkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah semakin rendah.
Pada oktober 2008, beberapa tokoh masyarakat Suku Anak Dalam melayangkan surat pengaduan kepada manajemen Wilmar di Singapura.[26] Surat tersebut berisi pengaduan mengenai pelanggaran-pelanggaran HAM dan kekerasan yang dilakukan oleh PT Asiatic Persada terhadap kelompok-kelompok Suku Anak Dalam. surat tersebut mendapat tanggapan yang cukup baik dari pihak managemen di Singapura, dan untuk menindak lanjuti surat pengaduan tersebut, beberapa perwakilan Suku Anak Dalam kemudian diminta untuk hadir pada pertemuan di Bali pada bulan November 2008. Dalam pertemuan informal yang melibatkan management Singapura dan managemen PT Asiatic Persada, disepakati bahwa kedua belah pihak bersetuju untuk melakukan pertemuan-pertemuan untuk membahas masalah dan membahas upaya-upaya penyelesaian.         Pada Januari 2009 terjadilah pertemuan pertama di Jambi, dalam pertemuan ini disepakati proses penyelesaian konflik dilakukan melalui mediasi dengan 3 tahap. Tahap I dilakukan komunikasi. Pada tahap ini, dibentuk komunikasi-komunikasi untuk membangun kesamaan persepsi, dan juga guna menurunkan eskalasi konflik. Dan pada tahap I ini berhasil membawa kedua belah pihak untuk bersepakat dalam perundingan yang lebih bertujuan maju yaitu penyelesaian masalah. Pada tahap I ini banyak pembelajaran yang di terima baik oleh kedua belah pihak, maupun pada pendamping, bahwa komunikasi yang terjadi selama ini cukup keras, maka pada tahap I, komunikasi lebih mencair. Kepercayaan mulai muncul, terutama ketika perusahaan melakukan penebangan 11 batang sawit diatas areal pemakaman milik Suku Anak Dalam yang berada di kawasan Temidai. Penebangan ini disaksikan oleh seluruh Suku Anak Dalam, dan penebangan dilaksanakan pada tanggal 30 Juli 2009.[27] Selain melakukan penebangan pohon sawit yang ditanam oleh perusahaan diatas pemakaman tua milik Suku Anak Dalam, perusahaan juga meminta maaf kepada seluruh SAD dan seluruh anak cucu pewaris pemakaman, dan memperbolehkan bagi seluruh Suku Anak Dalam untuk melakukan ziarah ke pemakaman tersebut. Tahap I ini selain menghasilkan beberapa hal diatas, juga berhasilnya kedua belah pihak melakukan pemetaan atas areal yang diklaim oleh Suku Anak Dalam yang kemudian nantinya akan dijadikan bahan untuk dirundingkan pada tahap II.
Ketika proses tahap I selesai, dan kemudian kedua belah pihak masuk dalam perundingan ditahap II. dalam tahap II ini kedua belah pihak kemudian memilih tim perunding mereka masing-masing. Pada tahap II, ada beberapa pilihan mediator yang kemudian menjadi pilihan- pilihan bagi kedua belah pihak, yaitu, AKSENTA, Universitas Jambi, CAO. Namun dengan banyak pertimbangan, akhirnya kedua belah pihak menyatakan memilih Yayasan SETARA Jambi sebagai mediator dan CAO Sebagai observer dalam proses perundingan.[28]
Tidak seperti pada tahap I, tahap II yakni perundingan tidak berjalan dengan mulus, karena kemudian tim perunding dari PT. Asiatic Persada hanya memberikan satu solusi atas konflik yang terjadi. Mereka mengusulkan agar masyarakat Suku Anak Dalam yang tidak menyetujui skema kemitraan 1000 Ha, berubah pikiran dan menerima skema tersebut. Berbagai cara kemudian dilakukan oleh PT. Asiatic Persada agar Masyarakat Suku Anak Dalam mau menerima usulannya tersebut. Tekanan-tekanan dilakukan, bahkan pemerintah daerah Batanghari kemudian juga turut ikut campur dalam penekanan-penekanan tersebut. Kemudian dengan melakukan perundingan diluar perundingan dan membangun kesepakatan diluar fasilitasi yang telah sama-sama disepakati bersama, PT. Asiatic Persada berhasil membujuk beberapa kelompok Suku Anak Dalam untuk menerima skema yang diajukan oleh mereka. Tidak sampai disitu, PT. Asiatic Persada juga berulah dengan melakukan pelanggaran terhadap Tata Laksana Perundingan yang telah disepakati bersama oleh kedua belah pihak. Selain itu PT. Asiatic Persada juga telah mengabaikan berita acara perundingan-perundingan yang seharusnya menjadi aturan bersama yang harus ditaati.
Perundingan pada phase ini, sungguh mengecewakan bagi kelompok Suku Anak Dalam, dimana ketika perundingan telah menuju pada penyelesaian, PT Asiatic Persada melakukan perbuatan yang melukai dan mencemari proses perundingan, dengan tidak menghormati tata laksana perundingan, tidak menghormati mediator yang telah ditunjuk dan bahkan tidak menghargai kesepakatan-kesepakatan yang telah dibangun bersama. Dalam phase ini, membuktikan bahwa salah satu pihak tidak memahami dengan benar konteks dari mediasi, dan tidak menyadari dengan sungguh-sungguh bahwa mediasi adalah jalan terbaik tak hanya bagi penyelesaian konflik, namun juga sebagai ruang bagi rekonsiliasi dan perdamaian.



3.2         Mediasi Sebagai Resolusi Konflik
          Mediasi sebetulnya bukanlah hal yang baru bagi masyarakat awam, termasuk SAD. jika mediasi persamaannya adalah musyawarah, maka sudah sejak lama masyarakat menggunakannya sebagai ruang dalam penyelesaian sengketa dan konflik-konflik yang terjadi didalam masyarakat. Namun seiring dengan berjalannya waktu, mediasi atau musyawaah seperti kehilangan pamornya, ketika model-model penyelesaian sengketa dan konflik lebih banyak menggunakan ruang-ruang pengadilan dan ruang formal lainnya.
          Dan ketika saat ini mediasi kembali dipromosikan menjadi ruang-ruang penyelesaian konflik kembali, terutama dalam penyelesaian konflik penguasaan sumber daya alam, memang sempat terjadi kegagapan ditingkat masyarakat, misalnya adanya keraguan mengenai payung hukum atas kesepakatan yang dihasilkan oleh mediasi, dan kekuatan mediasi dalam memaksa semua pihak untuk taat dalam menjalankan hasil kesepakatan tersebut. Tak hanya kegagapan ditingkat masyarakat, tapi juga kegagapan yang sama dialami oleh pemerintah, dan bahkan pun dialami oleh perusahaan sebagai salah satu pihak penting dalam konflik.
Tidak mudah memang mempromosikan sesuatu dalam hal ini Mediasi sebagai jalan penyelesaian konflik dan mendorong perdamaian, karena selama ini belum ada contoh yang kongkrit yang bisa dilihat. Tidak heran jika kemudian mediasi yang digagas untuk memediasi konflik dan membangun perdamaian antara Suku Anak Dalam dengan PT Asiatic Persada, mengalami maju mundur. Tidak jarang mengalami stagnan dan bahkan kebuntuan, yang kadang berdampak pada turun naiknya semangat dan kepercayaan para pihak pada proses mediasi.
   Namun demikian, Mediasi masih dapat dikatakan sebagai cara pemecahan masalah yang tepat dalam menghadapi persoalan konflik agraria, mengapa demikian?, karena di dalam akomodasi ini pihak-pihak yang berselisih paham dapat mengutarakan keberatannya dengan setara tanpa campur tangan pihak lain. Di dalam kasus ini misalnya, pihak swasta atau asing yang menjadi mediator tidak dapat memutuskan suatu keputusan atau ketetapan melainkan hanya sebagai mediator yang bertugas mengawasi jalannya mediasi agar sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati bersama.
Dalam mediasi peran pemerintah sebenarnya sangat besar, karena disini terutama bila pihak yang bertikai adalah masyarakat dengan swasta, artinya pihak ketiga yang sebenarnya kuat dan netral hanyalah pemerintah. Pemerintah sebagai mediator dapat membuat jalannya mediasi menjadi terarah. Ini dikarenakan besarnya wewenang yang ia miliki sehingga pihak-pihak yang berselisih bisa mengikuti jalannya perundingan dengan mengikuti kesepakatan yang telah disepakati bersama sebelumnya. Wewenang ini dapat memberikan rasa was-was terhadap pihak yang ingin berulah, sehingga jalan keluar dapat cepat dicapai. Bila seandainya pemerintah mau lebih serius dan tegas dalam menangani konflik agrarian ini, maka pasti akan segera ditemukan jalan keluarnya.

BAB 4. PENUTUP



4.1         Kesimpulan

1.      Konflik agraria di Indonesia khususnya di Jambi merupakan permasalahan yang berakar dari pemerintah orde baru. Di bawah pemerintahan Soeharto, praktek pembukaan hutan untuk kepentingan bisnis semakin massif dari tahun ke tahun, baik untuk kepentingan transmigrasi, bisnis perkayuan (HPH) hingga pembangunan perkebunan kelapa sawit. Namun dalam prakteknya, rakyat menjadi korban. Dalam kasus PT. Asiatic Persada ini, masih dapat ditemukan praktek-praktek gaya Orde Baru yang kemudian menimbulkan gejolak di dalam masyarakat utamanya Suku Anak Dalam.
2.      Mediasi yang selama ini dilakukan cenderung mengalami kebuntuan. Hal ini dikarenakan pemerintah yang seharusnya menjadi penengah tidak tegas dan kurang serius dalam mengatasi permasalah konflik agraria yang terjadi antara Suku Anak Dalam dengan PT. Asiatic Persada ini. Akibatnya perundingan-perundingan yang selama ini dilakukan hanya berjalan ditempat dan tidak menghasilkan hasil yang signifikan.
3.      Meskipun selama ini mediasi masih belum dapat memberikan hasil yang memuaskan, tipe akomodasi ini dirasa masih sesuai untuk memecahkan kebuntuan konflik agraria kedepan. Tetapi kemudian, pemerintah harus lebih serius dan tegas terhadap pihak-pihak yang berselisih, agar kemudian dapat tercipta jalannya perundingan yang terarah dan dapat menemukan titik terang.








4.2         Saran

1.        Pemerintah harus segera membuat regulasi yang tepat dan tidak tumpang tindih, sehingga tidak ada kerancuan hukum dalam konflik agraria.
2.        Pemerintah harus lebih selektif dalam memilih investor agar tidak timbul kerugian terhadap masyarakat lokal.
3.        Pemerintah harus lebih tegas dan serius dalam mengahadapi konflik-konflik agraria yang masih ada ataupun yang kemungkinan akan terjadi kedepan.
  





























DAFTAR PUSTAKA



BerdikariOnline. 2014. Kronologis Penculikan, kekerasan dan pembunuhan warga SAD oleh Aparat TNI.
Web. http://www.berdikarionline.com/kabar-rakyat/20140307/kronologis-penculikan-kekerasan-dan-pembunuhan-warga-sad-oleh-aparat-tni.html, diakses pada 14 Oktober 2014 pukul 12.30.
Ervina. 2014, Hari Hutan Sedunia.
          Web.http://www.kidnesia.com/Kidnesia2014/Dari-Nesi/Sekitar-Kita/Sains/Hari-Hutan-Sedunia, diakses pada 13 Oktober 2014 pukul 15.20.
Gatra. 2014. KPA Kembalikan Tanah Suku Anak Dalam Jambi. Web.http://www.gatra.com/nusantara-1/jawa-1/48505-kpa-kembalikan-tanah-suku-anak-dalam-jambi.html, diakses pada tanggal 13 Oktober 2014 pukul 18.30.
Kamus Besar Bahasa Indonesia Offline 1.3, Web.http://pusatbahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2014. Kebudayaan Suku Anak Dalam Jambi.
Web.http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/1071/suku-anak-dalam-jambi,        diakses pada tanggal 14 Oktober 2014 pukul 18.00.
Maryati, Kun,dkk.2009. Sosiologi untuk SMA  Kelas XI. Jakarta : Erlangga.
Nurseno. 2009. Theory and Application of Sociology. Jakarta: Tiga Serangkai.
Pengertian Konflik Sosial Menurut Para Ahli.
            http://www.pengertianahli.com/2013/08/pengertian-konflik-sosial-   menurut-para.html, diakses pada 14 Oktober 2014 pukul 16.10.
Rofiq, Rukaiyah dan Rian Hidayat. 2013. Mediasi;Strategi atau Tujuan? “Sebuah catatan perjalanan dan pengalaman mediasi konflik antara PT Asiatic Persada dengan kelompok Suku Anak Dalam Batin Sembilan di Jambi”.
            Web.http://www.forestpeoples.org/sites/fpp/files/publication/2013/11/setar  a-report.pdf, diakses   pada tanggal 10 Oktober 2014 pukul 14.00.

Setiawan, Ebta. 2014, konflik.
          Web. http://kbbi.web.id/konflik, diakses pada 14 Oktober 2014 pukul 16.05.
Suhari, Iswadi. 2014, Presiden Baru dan Data Lahan Sawah. http://ekonomi.kompasiana.com/agrobisnis/2014/07/01/presiden-baru-dan-data-lahan-sawah-665538.html,  diakses pada 14 Oktober 2014 pukul 15.30.
Supriadi, Hukum Agraria, Cet. IV (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), h. 1.
Urip Santoso, Hukum Agraria dan Hak-hak Atas Tanah, Cet. V (Jakarta:    Kencana, 2009), h. 1.
Widya, Aulia. 2013. Konflik Agraria Antara Dominasi Superdinat dan Resistensi Subordinat.
Web.https://www.academia.edu/5941146/Konflik_Agraria_Antara_Dominasi_Superdinat_dan_Resistensi_Subordinat, diakses pada tanggal 10 Oktober 2014             pukul   15.00.


[1]http://ekonomi.kompasiana.com/agrobisnis/2014/07/01/presiden-baru-dan-data-lahan-sawah-665538.html,  diakses pada 14 Oktober 2014 pukul 15.30.
[2]http://www.kidnesia.com/Kidnesia2014/Dari-Nesi/Sekitar-Kita/Sains/Hari-Hutan-Sedunia, diakses pada 13 Oktober 2014 pukul 15.20.

[3]http://www.berdikarionline.com/kabar-rakyat/20140307/kronologis-penculikan-kekerasan-dan-pembunuhan-warga-sad-oleh-aparat-tni.html, diakses pada 14 Oktober 2014 pukul 12.30.
[4]http://kbbi.web.id/konflik, diakses pada 14 Oktober 2014 pukul 16.05.
[5]http://www.pengertianahli.com/2013/08/pengertian-konflik-sosial-menurut-para.html, diakses pada 14 Oktober 2014 pukul 16.10.
[6]Ibid.
[7]Maryati, Kun,dkk. 2009. Sosiologi untuk SMA  Kelas XI. Jakarta : Erlangga.
[8]Ibid.
[9]Urip Santoso, Hukum Agraria dan Hak-hak Atas Tanah, Cet. V (Jakarta: Kencana, 2009), h. 1.
[10]Kamus Besar Bahasa Indonesia Offline 1.3, http://pusatbahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/
[11]Urip Santoso, Op.Cit.
[12]Supriadi, Hukum Agraria, Cet. IV (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), h. 1.
[13]Urip Santoso, Op.Cit., h. 3.
[14]Ibid,  h.5
[15]https://www.academia.edu/5941146/Konflik_Agraria_Antara_Dominasi_Superdinat_dan_Resistensi_Subordinat, diakses pada tanggal 10 Oktober 2014 pukul 15.00.
[16]http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/1071/suku-anak-dalam-jambi, diakses pada tanggal 14 Oktober 2014 pukul 18.00.
[17]http://www.forestpeoples.org/sites/fpp/files/publication/2013/11/setara-report.pdf, diakses pada tanggal 10 Oktober 2014 pukul 14.00.
[18]Nurseno. 2009. Theory and Application of Sociology. Jakarta: Tiga Serangkai.
[19]http://www.forestpeoples.org/sites/fpp/files/publication/2013/11/setara-report.pdf, diakses pada tanggal 10 Oktober 2014 pukul 14.00.
[20]http://www.forestpeoples.org/sites/fpp/files/publication/2013/11/setara-report.pdf, diakses pada tanggal 10 Oktober 2014 pukul 14.00.
[21]Ibid.
[22]Ibid.
[23]Ibid.
[24]http://www.gatra.com/nusantara-1/jawa-1/48505-kpa-kembalikan-tanah-suku-anak-dalam-jambi.html, diakses pada tanggal 13 Oktober 2014 pukul 18.30.
[25]http://www.berdikarionline.com/kabar-rakyat/20140307/kronologis-penculikan-kekerasan-dan-pembunuhan-warga-sad-oleh-aparat-tni.html, diakses pada tanggal 13 Oktober 2014 pukul 18.35.
[26]http://www.forestpeoples.org/sites/fpp/files/publication/2013/11/setara-report.pdf, diakses pada tanggal 10 Oktober 2014 pukul 14.00.
[27]Ibid.
[28]Ibid.

DOWNLOAD di sini
Share:
Lokasi: Indonesia

0 komentar:

Posting Komentar

 Klik Enter untuk mencari
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh . Shalom aleichem . Om swastiastu . Namo sang hyang adi buddhaya. SELAMAT DATANG DI BLOG OPINI MAHASISWA AN

About

Blog "Opini Mahasiswa AN14" ini dibuat untuk memenuhi tugas kuliah Prodi AN FISIP UNEJ. Semoga bermanfaat

Time & Date

Translate

Diberdayakan oleh Blogger.

Labels

Quotes

“Pendidikan adalah senjata paling mematikan di dunia, karena dengan itu Anda dapat mengubah dunia” – Nelson Mandela

“Seseorang yang berhenti belajar adalah orang lanjut usia, meskipun umurnya masih remaja. Seseorang yang tidak pernah berhenti belajar akan selamanya menjadi pemuda” -Henry Ford

“Berikan seorang pria semangkuk nasi dan Anda akan memberinya makanan untuk sehari. Ajarkan seorang pria memelihara padi dan Anda akan memberinya makanan seumur hidup” – Confusius

“Pembelajaran tidak didapat dengan kebetulan. Ia harus dicari dengan semangat dan disimak dengan tekun” – Abigail Adams

“Agama tanpa ilmu adalah buta. Ilmu tanpa agama adalah lumpuh.” – Albert Einstein

“Belajar memang bukan satu-satunya tujuan hidup kita. Tetapi kalau itu saja kita tidak sanggup atasi, lantas apa yang akan kita capai” – Shim Shangmin

“Orang-orang yang berhenti belajar akan menjadi pemilik masa lalu. Orang-orang yang masih terus belajar, akan menjadi pemilik masa depan” – Mario Teguh

“Yang hebat didunia ini bukanlah tempat dimana kita berada, Melainkan arah yang kita tuju.” - Oliver Wendell Holmes

“Engkau tak dapat meraih ilmu kecuali dengan enam hal yaitu cerdas, selalu ingin tahu, tabah, punya bekal dalam menuntut ilmu, bimbingan dari guru dan dalam waktu yang lama.” - Ali bin Abi Thalib

“Jangan pernah meragukan keberhasilan Sekelompok kecil orang yang bertekad mengubah dunia, Karena hanya kelompok seperti itulah yang pernah berhasil melakukannya” - Margaret Mead

“Pendidikan bukan persiapan untuk hidup. Pendidikan adalah hidup itu sendiri.“ - John Dewey

“Yang penting bukan bagaimana caramu hidup melainkan hidup siapa yang kamu ubah dengan hidupmu. Seorang majikan bisa memberitahumu apa yang ia harapkan darimu Tapi seorang guru membangkitkan pengharapanmu sendiri” - Patricia Neal

“Bantinglah otak untuk mencari ilmu sebanyak-banyaknya guna mencari rahasia besar yang terkandung di dalam benda besar yang bernama dunia ini, tetapi pasanglah pelita dalam hati sanubari, yaitu pelita kehidupan jiwa.” - Al- Ghazali

“Apabila di dalam diri seseorang masih ada rasa malu dan takut untuk berbuat suatu kebaikan, maka jaminan bagi orang tersebut adalah tidak akan bertemunya ia dengan kemajuan selangkah pun.” - Soekarno

“Allah mengangkat orang-orang beriman di antara kamu dan juga orang-orang yang dikaruniai ilmu pengetahuan hingga beberapa derajat.” - (al-Mujadalah : 11)

“Keberhasilan adalah kemampuan untuk melewati dan mengatasi dari satu kegagalan ke kegagalan berikutnya tanpa kehilangan semangat.” - Winston Chuchill

“Bila orang mulai dengan kepastian, dia akan berakhir dengan keraguan. Jika orang mulai dengan keraguan, dia akan berakhir dengan kepastian.” - Francis Bacon

“Nalar hanya akan membawa anda dari A menuju B, namun imajinasi mampu membawa anda dari A ke manapun.” - Albert Einstein

“Tuntulah ilmu pengetahuan itu mulai dari buaian, sampai keliang lahat.” - (Hadits)

“Bukanlah kebaikan itu dengan banyaknya harta dan anak, tetapi dengan banyaknya ilmu, besarnya kesabaran, mengungguli orang lain dalam ibadahnya, apabila berbuat kebaikan ia bersyukur dan bila berbuat salah (dosa) ia beristighfar kepada Allah.” - Ali bin Abi Thalib

“Dengan kecerdasan jiwalah manusia menuju arah kesejahteraan.” - Ki Hajar Dewantara


jadwal-sholat