Karya rinaras ambuka budi, gapura mangesthi aruming bawana.

Selasa, 14 Juni 2016

Konflik antar lembaga negara (Anom G.)




HUBUNGAN ANTAR LEMBAGA NEGARA
KONFLIK ANTARA GUBERNUR DAN DPRD DKI JAKARTA


Makalah
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sistem Administrasi Negara





Oleh
Anom Gumelar
NIM 140910201054







PROGRAM STUDI ADMINISTRASI NEGARA
JURUSAN ILMU ADMINISTRASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS JEMBER
2015




BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
dalam pemerintahan sebuah negara pasti terdapat alat  kelengkapan yang dapat membantu dalam urusan pemerintahan atau kenegaraan. Salah satunya adalah lembaga negara dimana tujuan dibentuknya lembaga-lembaga Negara atau alat-alat perlengkapan Negara adalah selain untuk menjalankan fungsi Negara,juga untuk menjalankan fungsi pemerintahan secara aktual. Penyelenggaraan pemerintahan suatu negara akan berjalan dengan baik apabila didukung oleh lembaga-lembaga negara yang saling berhubungan satu sama lain sehingga merupakan satu kesatuan sesuai dengan kewenangan dan tanggung jawabnya masing-masing. Hubungan diantara lembaga lembaga tersebut juga diatur  dalam undang-undang dasar 1945 seperti hubungan antar DPR, Presiden(eksekutif), DPD, MK.
Telah dikenal adanya 3 jenis lembaga negara legislatif, eksekutif, dan yudikatif oleh yang disebut juga teori Trias Politica yang menghendaki adanya pemisahan kekuasaan antara satu lembaga dengan lembaga Negara yang lain. Sejak reformasi, mulailah terjadi Amandemen konstitusi Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia sebanyak empat kali. Perubahan tersebut berdampak terhadap perubahan ketatanegaraan sekaligus susunan kelembagaan Negara Indonesia. Seiring dengan adanya amandemen dan pengaruh globalisme menuntut adanya system kenegaraan yang efisien dan efektif dalam memenuhi pelayanan publik. Atas faktor tersebut muncullah berbagai lembaga-lembaga Negara baru dengan harapan akan terciptanya bangunan demokrasi yang benar-benar demokratis. kelembagaan tersebut dapat berupa dewan, komite, komisi , badan, atau otoritas.
Keseluruhan dari lembaga Negara tersebut merupakan bagian dari Negara sebagai suatu organisasi.  Dengan berkembangnya macam-macam lembaga tersebut konsekuensinya, masing-masing memiliki fungsi tertentu dan saling berhubungan serta terjadi persoalan tumpang tindih kewenangan diantara lembaga-lemga tersebut sehingga memerlukan pemahaman dan pengaturan yang dapat mengatur agar berjalan dalam satu system yang tepat. Dewasa ini setelah adanya amandemen Undang-Undang Dasar 1945 kita menganut antara lain prinsip check and balances. Tetapi kenyataannya, prinsip itu tidak sepenuhnya di ikuti dalam sistem pemerintahan Indonesia. walaupun hubungan antar lembaga sudah diatur tapi pada kenyataannya sengketa kewenangan sering terjadi karena masih abstraknya  kewenangan antar lembaga yang biasanya memiliki fungsi hampir mirip satu dengan lainnya sehingga menimbulkan konflik. Atau karena memiliki kepentingan yang berbeda. Konflik antar lembaga negara ini dari dulu sampai sekarang masih terjadi dan sulit untuk diredam, contoh yang sering terjadi adalah antara lembaga hukum negara seperti antara KPK DAN POLRI, serta lembaga eksekutif dan legislatif seperti DPR dengan presiden atau DPRD dengan gubernur. bagaimana konflik sengketa  antar lembaga negara tersebut bisa terjadi ? Karena itu, dari uraian diatas makalah ini akan membahas dan mengambil study kasus  tentang konflik hubungan antara lembaga negara yaitu antara Gubernur DKI Jakarta (ahok) dengan DPRD Jakarta.

1.2  Rumusan Masalah
1.2.1        Apa yang terjadi antara Gubernur Jakarta Ahok dengan DPRD Jakarta ?
1.2.2        Mengapa konflik antara Gubernur Ahok dan DPRD tersebut dapat terjadi ?
1.2.3        Dampak apa yang dapat terjadi akibat suatu konflik kewenangan tersebut ?
1.2.4        Bagaimana solusi yang dapat ditempuh dalam mengatasi permasalahan tersebut ?
1.3  Tujuan
1.3.1        Untuk mengetahui apa yang terjadi antara Gubernur Ahok dengan DPRD Jakarta?
1.3.2        Untuk mengetahui mengapa konflik tersebut dapat terjadi ?
1.3.3        Untuk mengetahui dampak yang terjadi akibat konflik kewenangan tersebut ?
1.3.4        Untuk mengetahui solusi yang dapat ditempuh untuk mengatasi permasalahan tersebut ?


 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lembaga Negara Republik Indonesia
2.1.1 Lembaga Negara Sebelum Amamdemen
UUD 1945 sebelum amandemen tidak mengenal istilah lembaga/lembagam negara. UUD 1945 secara konsisten menggunakan istilah badan. Konstitusi RIS dan UUDS 1950 menggunakan istilah alat perlengkapan negara. Pasal 44 UUDS 1950 menyebutkan bahwa alat perlengkapan negara ialah:
a.       Presiden dan Wakil Presiden.
b.      Menteri-menteri.
c.       Dewan Perwakilan Rakyat.
d.      Mahkamah Agung.
e.       Dewan Pengawas Keuangan.
Sementara Konstitusi RIS menyebutkan bahwa alat-alat perlengkapan federal Republik
Indonesia Serikat ialah:
a.       Presiden.
b.      Menteri-menteri.
c.       Senat.
d.      Dewan Perwakilan Rakyat.
e.       Mahkamah Agung Indonesia.
f.       Dewan Pengawas Keuangan.
Dengan demikian, istilah lembaga negara sebenarnya selain tidak terdapat di dalam UUD 1945, juga tidak terdapat dalam Konstitusi RIS dan UUDS. Istilah lembaga negara pertama kali muncul di dalam Ketetapan MPRS No. VIII/MPRS/1965 tentang Prinsip-Prinsip Musyawarah untuk Mufakat dalam Demokrasi Terpimpin sebagai Pedoman bagi Lembaga-Lembaga Permusyawaratan/Perwakilan.
Ketetapan MPR No. VI/MPR/1973 jo. Ketetapan MPR No. III/MPR/1978, MPR merupakan Lembaga Tertinggi Negara, sedangkan Presiden, DPA, DPR, BPK, dan MA merupakan Lembaga-Lembaga Tinggi Negara.
2.1.2 Lembaga Negara Setelah Amandemen
Setelah perubahan UUD 1945, UUD Negara RI Tahun 1945 menyebutkan banyak lembaga/badan dibandingkan dengan badan-badan yang disebut di dalam UUD 1945 sebelum perubahan. Penyebutan tersebut baik dalam satu nomenklatur yang eksplisit berupa nama lembaga yang bersangkutan maupun yang tanpa nomenklatur yang eksplisit. Beberapa lembaga yang disebutkan dengan nomenklatur adalah: MPR, DPR, DPD, DPRD, Presiden, Wakil Presiden, Menteri, Gubernur, Walikota, Bupati, TNI, POLRI, MA, MK, KY, BPK. Sementara lembaga/badan yang nomenklaturnya tidak disebutkan secara eksplisit KPU, dan bank sentral.
MPR, DPR, DPD, Presiden, MA, MK, BPK, Komisi Yudisial, KPU, dan Pemerintahan Daerah adalah lembaga/organ negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD. Dan Mahkamah Konstitusi berhak untuk menyelesaikan sengketa antar lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh undang-undang dasar. Format kelembagaan negara RI meliputi: MPR, DPR, dan DPD sebagai Parlemen Indonesia; Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung sebagai pemegang kekuasaan kehakiman; dan Presiden dan Wakil Presiden sebagai kepala pemerintahan eksekutif. Adapun keberadaan BPK dan Komisi Yudisial dapat dikatakan tidak berdiri sendiri. Keberadaan masing-masing beserta tugas-tugas dan kewenangannya haruslah dikaitkan dan terkait dengan tugas-tugas dan kewenangan lembaga yang menjadi mitra kerjanya, yaitu BPK terkait dengan DPR dan DPD, sedangkan Komisi Yudisial dengan Mahkamah Agung.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa di dalam organisasi negara modern terjadi perkembangan yang sangat pesat. Seiring dengan perkembangan yang terjadi, lembaga-lembaga dengan variasi fungsi-fungsi semakin tumbuh karena dirasakan pentingnya adanya suatu kekhususan. Penetapan lembaga lembaga negara Republik Indonesia berdasarkan Perubahan UUD 1945 dilakukan dengan cara:
a.       Mengubah kedudukan MPR menjadi sejajar dengan lembaga negara lainnya;
b.      Mempertahankan kedudukan lembaga-lembaga negara yang lama (Presiden, DPR, BPK, MA)
c.       Menambahkan lembaga-lembaga negara baru yang berdasarkan rumpun kekuasaan legislatif (DPD) dan rumpun kekuasaan yudikatif (Mahkamah Konstitusi).
Dalam kajian hubungan antarlembaga negara berdasarkan UUD 1945 Pasca Amandemen, maka lembaga negara yang dimaksud dibatasi pada MPR, DPR, DPD, Presiden, MA, MK, dan BPK.

2.2 Gubernur (Kepala Daerah)
Gubernur, adalah jabatan politik di Indonesia. Gubernur merupakan kepala daerah untuk wilayah provinsi. Kata "gubernur" bisa berasal dari bahasa Portugis "governador", bahasa Spanyol "gobernador", atau bahasa Belanda "gouverneur". Bentuk Belanda ini mirip dengan bentuk bahasa Perancis dan arti harafiahnya adalah "pemimpin", "penguasa", atau "yang memerintah".
Gubernur dipilih bersama wakilnya dalam satu paket pasangan yang dipilih secara langsung oleh rakyat di provinsi setempat untuk masa jabatan 5 tahun, sehingga dalam hal ini gubernur bertanggung jawab kepada rakyat.  gubernur juga berkedudukan sebagai wakil pemerintah pusat di wilayah provinsi bersangkutan, sehingga dalam hal ini, gubernur bertanggung jawab kepada presiden. Dan kewenangan gubernur diatur dalam UU No 32 Tahun 2004 dan PP No 19 Tahun 2010. Gubernur bukanlah atasan bupati atau wali kota, namun hanya sebatas membina, mengawasi, dan mengkoordinasi penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota.
Dalam kedudukannya sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia, Pemerintah DKI Jakarta dapat mengusulkan kepada Pemerintah penambahan jumlah dinas, lembaga teknis provinsi serta dinas, dan/atau lembaga teknis daerah baru sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan anggaran keuangan daerah. Gubernur dalam kedudukannya sebagai wakil Pemerintah dan Kepala Daerah Provinsi DKI Jakarta yang diberikan kekhususan tugas, hak, kewajiban, dan tanggung jawab dalam kedudukan DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia, dibantu oleh sebanyak-banyaknya 4 (empat) orang Deputi Gubernur sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan keuangan daerah yang bertanggung jawab kepada Gubernur
2.2.1        Tugas dan wewenang Gubernur
Tugas dan wewenang Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat adalah:
1.      pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota;
2.      koordinasi penyelenggaraan urusan Pemerintah di daerah provinsi dan kabupaten/kota;
3.      koordinasi pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan tugas pembantuan di daerah provinsi dan kabupaten/kota
2.3      DPRD Provinsi
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi (disingkat DPRD provinsi) adalah lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah provinsi. DPRD provinsi terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum yang dipilih melalui pemilihan umum. DPRD provinsi mempunyai fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan yang dijalankan dalam kerangka representasi rakyat di provinsi. Di Provinsi Aceh DPRD provinsi disebut Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) yang diatur dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2006.
Anggota DPRD provinsi berjumlah paling sedikit 35 (tiga puluh lima) orang dan paling banyak 100 (seratus) orang dengan masa jabatan selama 5 (lima) tahun dan berakhir pada saat anggota DPRD provinsi yang baru mengucapkan sumpah/janji. Keanggotaan DPRD provinsi diresmikan dengan keputusan Menteri Dalam Negeri.Sedangkan jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta diatur dengan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 yakni paling banyak 125% (seratus dua puluh lima persen) dari jumlah maksimal untuk kategori jumlah penduduk DKI Jakarta sebagaimana ditentukan dalam undang-undang. DPRD Provinsi DKI Jakarta memberikan pertimbangan terhadap calon Wali Kota/Bupati yang diajukan oleh Gubernur
2.3.1        Tugas dan wewenang Gubernur
DPRD provinsi mempunyai wewenang dan tugas:
1.      membentuk peraturan daerah provinsi bersama gubernur.
2.      membahas dan memberikan persetujuan rancangan peraturan daerah mengenai anggaran pendapatan dan belanja daerah provinsi yang diajukan oleh gubernur.
3.      melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan anggaran pendapatan dan belanja daerah provinsi.
4.      mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian gubernur dan/atau wakil gubernur kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan dan/atau pemberhentian.
5.      memilih wakil gubernur dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil gubernur;
6.      memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah provinsi terhadap rencana perjanjian internasional di daerah.
7.      memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah provinsi.
8.      meminta laporan keterangan pertanggungjawaban gubernur dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah provinsi.
9.      memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama dengan daerah lain atau dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah.
10.  mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
11.  melaksanakan wewenang dan tugas lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

2.4 Konflik
Pengertian Konflik menurut Robbins, Konflik adalah suatu proses yang dimulai bila satu pihak merasakan bahwa pihak lain telah memengaruhi secara negatif atau akan segera memengaruhi secara negatif pihak lain. Sedangkan menurut Alabaness, Pengertian Konflik adalah kondisi yang dipersepsikan ada di antara pihak-pihak atau lebih merasakan adanya ketidaksesuaian antara tujuan dan peluang untuk mencampuri usaha pencapaian tujuan pihak lain.
Dari kedua pengertian konflik yang disampaikan pakar di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Konflik adalah proses yang dinamis dan keberadaannya lebih banyak menyangkut persepsi dari orang atau pihak yang mengalami dan merasakannya. Dengan demikian jika suatu keadaan tidak dirasakan sebagai konflik, maka pada dasarnya konflik tersebut tidak ada dan begitu juga sebaliknya.
2.4.1 Faktor penyebab konflik
Faktor penyebab konflik ada bermacam-macam. Beberapa faktor penyebab konflik, yaitu :
1.      Saling bergantungan. Saling bergantungan dalam pekerjaan terjadi jika dua kelompok organisasi atau lebih saling membutuhkan satu sama lain guna menyelesaikan tugas.
2.      perbedaan tujuan. Perbedaan tujuan yang terdapat diantara satu bagian dengan bagian yang lain yang tidak sepaham bisa menjadi faktor penyebab munculnya konflik.
3.      perbedaan persepsi atau pendapat. Dalam hal menghadapi suatu masalah, perbedaan persepsi yang ditimbulkan inilah yang menyebabkan munculnya konflik.


BAB III
PEMBAHASAN

3.1    Hubungan antar Lembaga Negara
Dengan adanya amandemen UUD 1945 semakin berkembangnya lembaga-lembaga negara di indonesia. Tujuan diadakannya lembaga-lembaga negara atau alat-alat kelengkapan negara adalah selain menjalankan fungsi negara, juga untuk menjalankan fungsi pemerintahan secara aktual. Dengan kata lain, lembaga-lembaga itu harus membentuk suatu kesatuan proses yang satu sama lain saling berhubungan dalam rangka penyelenggaraan fungsi negara dengan prinsip check and balance antara tiga fungsi pemerintahan, fungsi eksekutif, legislatif dan yudikatif. Hal tersebut agar proses sistem administrasi negara di indonesia berjalan dengan baik. sehingga terjadi satu kesatuan dalam mewujudkan nilai-nilai kebangsaan dan perjuangan negara sesuai dengan kedudukan, peran, kewenangan dan tanggung jawabnya masing-masing.
Sangat penting untuk mempelajari hubungan antar lembaga negara di Indonesia karena hal ini menyangkut bagaimana kinerja dari kegiatan pemerintahan Kemudian bagaimanakah hubungan antar lembaga negara di indonesia saat ini. Hubungan antar lembaga negara Indonesia diatur dalam UUD 1945, sebelum perubahan terdapat enam lembaga, yaitu MPR sebagai lembaga tertinggi negara, serta DPR, Presiden, MA, BPK, dan DPA ebagai lembaga tinggi negara. Namun setelah mengalami perubahan UUD 1945 (Amandemen) sinyatakan bahwa lembaga negara terdiri atas MPR, DPR, DPD, BPK, MA, MK, Presiden, dan KY tanpa mengenal istilah lembaga tinggi negara atau tertinggi negara. Berikut ini penjelasan hubungan antara Lembaga Negara sesuai UUD 1945,
1.        MPR dengan DPR, DPD
Keberadaan MPR dalam sistem perwakilan dipandang sebagai ciri yang khas dalam sistem demokrasi di Indonesia. Keanggotaan MPR yang terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD menunjukan bahwa MPR masih dipandang sebagai lembaga perwakilan rakyat karena keanggotaannya dipilih dalam pemilihan umum. Unsur anggota DPR merupakan representasi rakyat melalui partai politik, sedangkan unsur anggota DPD merupakan representasi rakyat dari daerah untuk memperjuangkan kepentingan daerah. Sebagai lembaga, MPR memiliki kewenangan mengubah dan menetapkan UUD, memilih Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam hal terjadi kekosongan jabatan Presiden dan/atau Wakil Presiden, melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden, dan kewenangan memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD. Khusus mengenai penyelenggaraan sidang MPR berkaitan dengan kewenangan untuk memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden, proses tersebut hanya bisa dilakukan apabila didahului oleh pendapat DPR yang diajukan pada MPR.
2.        DPR dengan Presiden, DPD, dan MK.
Berdasarkan UUD NRI tahun 1945, kini MPR terdiri dari anggota DPR dan anggota DPD. Perbedaan keduanya terletak pada hakikat kepentingan yang diwakilinya, anggota DPR untuk mewakili rakyat sedangkan anggota DPD untuk mewakili daerah. Pasal 20 ayat (1) menyatakan bahwa DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang. Selanjutnya untuk menguatkan posisi DPR sebagai pemegang kekuasaan legislatif, maka pada Pasal 20 ayat (5) ditegaskan bahwa dalam hal RUU yang disetujui bersama tidak disahkan oleh Presiden, dalam waktu 30 hari semenjak RUU tersebut disetujui, secara otomatis sah menjadi UU dan wajib diundangkan. Dalam hubungan DPR dengan DPD, terdapat hubungan kerja dalam hal ikut membahas RUU yang berkaitan dengan bidang tertentu. DPD dapat mengajukan kepada DPR RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah (Lihat Pasal 22 D). Dalam hubungannya dengan Mahkamah Konstitusi, terdapat hubungan tata kerja yaitu dalam hal permintaan DPR kepada MK untuk memeriksa pendapat DPR mengenai dugaan bahwa Presiden bersalah. Di samping itu terdapat hubungan tata kerja lain, misalnya dalam hal apabila ada sengketa dengan lembaga negara lainnya, dan proses pengajuan pendapat DPR yang menyatakan bahwa Presiden bersalah untuk diperiksa oleh MK.
3.        DPD dengan BPK
Berdasarkan ketentuan UUD NRI 1945, DPD menerima hasil pemeriksaan BPK dan memberikan pertimbangan untuk pemilihan anggota BPK. Ketentuan ini memberikan hak kepada DPD untuk menjadikan hasil laporan keuangan BPK sebagai bahan dalam rangka melaksanakan tugas dan kewenangan yang dimilikinya, dan untuk turut menentukan keanggotaan BPK dalam proses pemilihan anggota BPK. Di samping itu, laporan BPK akan dijadikan sebagai bahan untuk mengajukan usul dan pertimbangan berkenaan dengan RUU APBN.
4.        MA dengan lembaga negara lainnya
Pasal 24 ayat (2) menyebutkan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya serta oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Ketentuan tersebut menyatakan puncak kekuasaan kehakiman dan kedaulatan hukum ada pada MA dan MK. Mahkamah Agung merupakan lembaga yang mandiri dan harus bebas dari pengaruh cabang-cabang kekuasaan yang lain. Dalam hubungannya dengan Mahkamah Konstitusi, MA mengajukan 3 (tiga) orang hakim konstitusi untuk ditetapkan sebagai hakim di Mahkamah Konstitusi.
5.        Mahkamah Konstitusi dengan Presiden, DPR, BPK, DPD, MA, KY
Selanjutnya, Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa salah satu wewenang Mahkamah Konstitusi adalah untuk memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan UUD. Karena kedudukan MPR sebagai lembaga negara, maka apabila MPR bersengketa dengan lembaga negara lainnya yang sama-sama memiliki kewenangan yang ditentukan oleh UUD, maka konflik tersebut harus diselesaikan oleh Mahkamah Konstitusi. Kewenangan Mahkamah Konstitusi sesuai dengan ketentuan Pasal 24C ayat (1) dan (2) UUD NRI tahun 1945 adalah untuk mengadili pada tingkat pertama dan terakhir untuk menguji UU terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan UUD, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Di samping itu, MK juga wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD. Dengan kewenangan tersebut, jelas bahwa MK memiliki hubungan tata kerja dengan semua lembaga negara yaitu apabila terdapat sengketa antar lembaga negara atau apabila terjadi proses judicial review yang diajukan oleh lembaga negara pada MK.
6.        BPK dengan DPR dan DPD
BPK merupakan lembaga yang bebas dan mandiri untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara dan hasil pemeriksaan tersebut diserahkan kepada DPR, DPD, dan DPRD. Dengan pengaturan BPK dalam UUD, terdapat perkembangan yaitu menyangkut perubahan bentuk organisasinya secara struktural dan perluasan jangkauan tugas pemeriksaan secara fungsional. Karena saat ini pemeriksaan BPK juga meliputi pelaksanaan APBN di daerah-daerah dan harus menyerahkan hasilnya itu selain pada DPR juga pada DPD dan DPRD. Selain dalam kerangka pemeriksaan APBN, hubungan BPK dengan DPR dan DPD adalah dalam hal proses pemilihan anggota BPK.
7.        Komisi Yudisial dengan MA
Pasal 24A ayat (3) dan Pasal 24B ayat (1) menegaskan bahwa calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisial kepada DPR untuk mendapat persetujuan. Keberadaan Komisi Yudisial tidak bisa dipisahkan dari kekuasaan kehakiman. Ketentuan ini menjelaskan bahwa jabatan hakim merupakan jabatan kehormatan yang harus dihormati, dijaga, dan ditegakkan kehormatannya oleh suatu lembaga yang juga bersifat mandiri. Dalam hubungannya dengan MA, tugas KY hanya dikaitkan dengan fungsi pengusulan pengangkatan Hakim Agung, sedangkan pengusulan pengangkatan hakim lainnya, seperti hakim MK tidak dikaitkan dengan KY.
Walaupun pada dasarnya hubungan tersebut ditujukan ke arah kerja sama yang positif. Tapi pada kenyataannya tidak sedikit konflik antar lembaga negara yang terjadi di Indonesia. Konflik kepentingan, konflik kewenangan, konflik kedudukan, dll.

3.2    Konflik antara Gubernur Ahok dengan DPRD Jakarta
Tahun antara 2014-2015 adalah tahun yang penuh dengan kejadian ironis dimana banyak lembaga negara yang saling berseteru antara penegak hukum antara eksekutif dan legislatif dan banyak lagi. Konflik lembaga pusat Yang paling menita perhatian adalah konflik KPK-POLRI, sedangkan di daerah adalah konflik di ibukota negara antara Gubernur jakarta dan DPRD Jakarta terkait dengan APBD tahun 2015. DPRD sebagai lembaga legislatif adalah badan atau lembaga yang berwenang untuk membuat Undang-Undang dan sebagai kontrol terhadap pemerintahan atau eksekutif, sedangkan Eksekutif atau Gbernur adalah lembaga yang berwenang untuk menjalankan roda pemerintahan. Dari fungsinya tersebut maka antara pihak legislatif dan eksekutif dituntut untuk melakukan kerjasama. Tapi dalam setiap hubungan kerjasama pasti akan selalu terjadi gesekan-gesekan, begitu juga dengan hubungan antara eksekutif dan legislatif.
Pada 2015, terjadi konflik antara DPRD DKI dengan Gubeernur ahok . DPRD DKI menuding, Ahok menyalahi prosedur karena melakukan tindakan inkonstitusional dengan  tidak mengirim APBD 2015 hasil pembahasan bersama yang disahkan dalam Paripurna pada 27 Januari ke Menteri Dalam Negeri. Tetapi mengajukan versi APBD yang ditandatanganinya  sendiri melalui Peraturan Gubernur (Pergub).  Dimana Dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Raperda APBD harus disetujui bersama gubernur dan DPRD dan disampaikan ke Menteri Dalam Negeri untuk dievaluasi. Alasan Ahok melakukan hal tersebut  dalam APBD itu banyak anggaran siluman yaitu pembelian UPS dengan nilai fantastis mencapai 12 trilun rupiah. Ahok menyatakan bahwa dirinya melakukan terobosan pengajuan APBD melalui e-budgeting untuk menghindari adanya permainan oknum mengotak-atik APBD. Karena ulah gubernur Ahok tersebut DPRD pun sepakat menggunakan hak angketnya untuk kasus ini. Kasus inipun berbuntut panjang dan berlarut larut.

3.3    Penyebab Terjadinya Konflik antara Gubernur Ahok dengan DPRD Jakarta
Penyebab permasalahan Konflik dua lembaga yaitu eksekutif dan legislatif di ibukota negara ini adalah dimana kurang solidnya kedua lembaga tersebut sehingga menimbulkan persepsi yang berbeda dan keegoisan dari kedua lembaga dimana mereka hanya saling mementingkan kepentingannya dan meras benar sendiri.
Kronologis konflik ini adalah saat gubernur Ahok memberikan draft apbd 2015 kepada mendagri dimana hanya ada tandatanggannya tanpa tanda tangan dari ketua DPRD atau bukan hasil pembahasan bersama dengan DPRD DKI. Gubernur sendiri beralasan bahwa anggaran dana sebesar 12, 1 triliun untuk pengadaan  UPS yang diajukan DPRD terlalu berlebihan dan menganggapnya sebagai dana siluman  dalam APBD, sehingga Ahok menolaknya. Ahok  beranggapan anggaran sebesar itu seharusnya bisa digunakan untuk membangun rrusun bagi masyarakat yang tinggal di pinggiran sungai. Bukan malah digunakan untuk pengadaan Uninterruptible Power Supply (UPS).  Ahok mengaku rela melepas jabatannya sebagai Gubernur daripada memasukkan anggaran Rp 12,1 triliun ke APBD.  Dan akhirnya Ahok memberikan APBD 2015 DKI Jakarta hasil pergub ke mendagri untuk dievaluasi dan melaporakan anggota DPRD DKI ke KPK karena dianggap melakukan korupsi dengan anggaran siluman UPS.
Hal tersebut menyebabkan DPRD naik pitam karena DPRD beranggapan apa yang dilakukan oleh Gubernur telah melanggar aturan atau inkonstitusional karena menyalahi prosedur penyerahan APBD kepada mendagri untuk dievaluasi. Dimana Dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Raperda APBD harus disetujui bersama gubernur dan DPRD dan disampaikan ke Menteri Dalam Negeri untuk dievaluasi. Sedangkan Berdasarkan UU. No. 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD (MD3), DPRD memiliki wewenang dan tugas untuk membahas dan memberikan persetujuan rancangan peraturan daerah mengenai anggaran pendapatan dan belanja daerah provinsi yang diajukan oleh gubernur. Selain itu, DPRD juga berwenang untuk melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan anggaran pendapatan dan belanja daerah provinsi. Karena itu DPRD mengajukan hak angket yaitu hak penyelidikan terhadap suatu kebijakan yang mungkin melanggar perundang-undangan yang dapat berakibat pada pemakzulan pada Gubernur. Selain itu DPRD Jakarta tidak mau menerbitkan Perda APBD 2015, yang menyebabkan Ahok geram. Karna adanya ketidak transparan dana APBD yang ada antara DPRD dan Gubernur saling lempar melempar kesalahan saling  tidak mau mengalah.

3.4    Dampak yang Terjadi dengan Adanya Konflik Lembaga Negara
DKI Jakarta adalah ibukota negara sehingga menjadi barometer pembangunan nasional, karena itulah harus memberikan contoh yang baik dalam penyusunan APBD bagi daerah-daerah lain di Indonesia. Jangan sampai, hubungan yang tidak baik antara Gubernur dan DPRD menjadi preseden yang tidak baik bagi daerah dan memberikan dampak negatif bagi daerahnya atau daerah lain dimana dampak yang paling besar dapat merugikan masyarakat /rakyat      DKI jakarta. Jika masalah tersebut tidak kunjung selesai akan berdampak pada rencana pembangunan yang yang akan tersendat, belum bisanya mereka untuk langsung bekerja sehingga  anggaran mampu diserap untuk kebutuhan masyarakat.
tiga kerugian yang dapat terjadi karena konflik tersebut, pertama adalah masyarakat Jakarta akan terancam pelayanan publiknya. Terutama pada anggaran kesehatan dan pendidikan, yang terancam terlambat terealisasi, yakni anggaran Kartu Jakarta Sehat 2015 Rp1,3 triliun, Kartu Jakarta Pintar Rp2,2 triliun, dan dana Bantuan Operasional Sekolah Rp2,51 triliun. Anggaran itu terancam terlambat turun. Akibatnya jatuh tempo penarikan Puskesmas, rumah sakit, dan sekolah menjadi terhambat. Dikhawatirkan, akan terjadi konflik dan masalah antara birokrasi dan masyarakat.
Kerugian kedua masyarakat Jakarta adalah proyek nasional terancam molor. Sebab, APBD DKI Jakarta belum juga disahkan. "Proyek MRT (Mass Rapit Transit) dengan anggaran 2014 senilai Rp4,55 triliun terancam mangkrak dan terhambat pembangunannya.
Kerugian ketiga, kinerja Pemprov DKI tidak akan bisa maksimal. Kalau sudah begitu, lanjut dia, maka akan berdampak pada pelayanan yang tidak maksimal pula.

3.5    Solusi yang Dapat Ditempuh untuk Menyelesaikan Konflik antar lembaga
3.5.1        penyelesaian sengketa wewenang melalui mahkamah konstitusi
Secara formal, Indonesia setelah amandemen UUD 1945, telah mengatur mekanisme penyesaian sengketa kewenangan antar lembaga, yaitu melalui Mahkamah Konstitusi. Dalam UUD 1945 hasil perubahan salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah menyelesaikan sengketa kewenangan antar lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD. Persoalan selanjutnya adalah dalam ketentuan UUD 1945 hasil perubahan sama sekali tidak terdapat ketentuan hukum yang mengatur tentang definisi “lembaga Negara”, sehingga banyak pemikir hukum Indonesia melakukan penafsiran sendiri-sendiri dalam mendefinisikan dan mengklasifikasikan konsep lembaiga Negara. Demikian pula dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, tidak menjelaskan dan merinci lembaga Negara mana yang menjadi pihak di Mahkamah Konstitusi, dan memberi batasan tambahan yang tidak diatur dalam UUD 1945, yaitu dinyatakan bahwa “ Mahkamah Agung tidak dapat menjadi pihak dalam sengketa antar lembaga Negara”.Salah satu petunjuk
yang diberikan UUD 1945 sebagaimana ditentukan pada pasal 24 C ayat 1 yang berbunyi : salah satu kewenangan dari Mahkamah Konstitusi adalah untuk mengadili dan memutus sengketa kewenangan antar lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945. Adapun ada beberapa lembaga Negara yang kewenanganya diatur oleh UUD 1945
antara lain : MPR, Presiden, Dewan Pertimbangan Presiden, Kementrian Negara, Pemerintah Daerah, (Pasal 18 ayat 2), DPRD Prov, DPRD Kab/Kota, DPR, DPD, KPU, BPK, MA, KY, TNI, POLRI
3.5.2        penyelesaian konflik Gubernur Ahok dan DPRD Jakarta
Dalam kasus ini sulit untuk di selesaikan karna semua ingin di anggap benar tetapi apa bila ada kerjasama yang baik bisa di lakukan beberapa hal untuk mengakhirinya. Ada banyak cara untuk menyelesaikannya, pertama, Menteri Dalam Negeri harus segera memfasilitasi mediasi antara Gubernur DKI bersama DPRD untuk mencari titik temu pengesahan APBD 2015, walau ternyata belum berhasil (Accomodating). Kedua, Penggunaan hak angket oleh DPRD DKI terhadap Gubernur DKI jangan dianggap sebagai langkah untuk memberhentikan Gubernur DKI, tetapi lebih kepada mencari jalan keluar dari pada terhambatnya komunikasi Gubernur dan DPRD selama ini. Ketiga, jika dalam perjalanannya baik Gubernur atau DPRD menemukan penyimpangan penggunaan anggaran yang memiliki implikasi hukum, sebaiknya diselesaikan dengan jalur hukum dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada. Sedangkan keempat, masing-masing pihak sebaiknya bisa menahan diri dalam mengeluarkan statemen atau pernyataan yang tidak produktif, sehingga akan semakin menambah kekisruhan yang sudah ada. kelima melalui compromising atau berkompromi, konflik ahok dengan DPRD DKI Jakarta bisa saja diselesaikan dengan jalan menempuh cara compromising untuk meredakan ketegangan demi kepentingan umum atau rakyat DKI Jakarta. Gubernur dan DPRD sebaiknya meningkatkan komunikasi secara intensif sehingga bisa meredam isu-isu yang akan menghambat proses pembangunan yang sedang dijalankan.


BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Lembaga negara adalah alat  kelengkapan yang dapat membantu dalam urusan pemerintahan atau kenegaraan dimana tujuan lembaga negara adalah menjalankan fungsi Negara, fungsi pemerintahan secara aktual. Penyelenggaraan pemerintahan suatu negara akan berjalan dengan baik apabila didukung oleh lembaga-lembaga negara yang saling berhubungan satu sama lain. lembaga-lembaga itu harus membentuk suatu kesatuan proses yang satu sama lain saling berhubungan dalam rangka penyelenggaraan fungsi negara dengan prinsip check and balance sehingga terjadi satu kesatuan dalam mewujudkan nilai-nilai kebangsaan dan perjuangan negara sesuai dengan kedudukan, peran, kewenangan dan tanggung jawabnya masing-masing. Tapi seiring berjalannya waktu terjadi gesekan antara lembaga tersebut sehingga terjadi konflik. Contohnya konflik antara Gubernur Jakarta Ahok dengan DPRD Jakarta terkait APBD 2015, yang mana itu disebabkan tidak adanya komunikasi yang baik antara mereka dalam merancang apbd 2015. Konflik ini berdampak pada kerugian masyarakat karena terancam pelayanan publiknya, rencana pembangunan yang akan tersendat, kinerja Pemprov DKI tidak akan bisa maksimal.
4.2 Saran
seharusnya lembaga-lembaga negara saling berkerja sama dengan baik dalam melasanakan roda pemerintahan. Terutama antara lembaga eksekutif dan legislatif dimana kebijakan suatu pemerintahan terletak pada dua lembaga tersebut yang akan mengarahkan bagaimana tujuan daerah/negara yang akan ditempuh. Karena fungsi utama lembaga negara sebagai alat kelengkapan negara yaitu membantu dalam menjalankan roda pemerintahan tetap baik. dengan itu pemerintahan dapat berjalan semsestinya dan tidak merugikan rakyat.



DAFTAR PUSTAKA

http://fhukum.unpatti.ac.id /download/jurnal-paper/konstitusi/Jurnal Konsitusi Vol III No 1 Juni  2011/Hendrik Salmon -Analisis Yuridis Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam.pdf, diakses pada hari Rabu tanggal 06 April 2016
https://id.wikipedia.org/wiki/Gubernur, diakses pada hari Kamis tanggal 07 April 2016
https://id.wikipedia.org/wiki/Dewan_Perwakilan_Rakyat_Daerah_Provinsi, diakses pada hari Kamis tanggal 07 April 2016
http://www.pengertianpakar.com/2015/03/pengertian-konflik-faktor-penyebabnya.html#_, diakses pada hari Kamis tanggal 07 April 2016
http://lsi.co.id/lsi/2015/03/10/ahok-vs-dprd/, diakses pada hari Kamis tanggal 07 April 2016


DOWNLOAD di sini



Share:
Lokasi: Indonesia

0 komentar:

Posting Komentar

 Klik Enter untuk mencari
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh . Shalom aleichem . Om swastiastu . Namo sang hyang adi buddhaya. SELAMAT DATANG DI BLOG OPINI MAHASISWA AN

About

Blog "Opini Mahasiswa AN14" ini dibuat untuk memenuhi tugas kuliah Prodi AN FISIP UNEJ. Semoga bermanfaat

Time & Date

Translate

Diberdayakan oleh Blogger.

Labels

Quotes

“Pendidikan adalah senjata paling mematikan di dunia, karena dengan itu Anda dapat mengubah dunia” – Nelson Mandela

“Seseorang yang berhenti belajar adalah orang lanjut usia, meskipun umurnya masih remaja. Seseorang yang tidak pernah berhenti belajar akan selamanya menjadi pemuda” -Henry Ford

“Berikan seorang pria semangkuk nasi dan Anda akan memberinya makanan untuk sehari. Ajarkan seorang pria memelihara padi dan Anda akan memberinya makanan seumur hidup” – Confusius

“Pembelajaran tidak didapat dengan kebetulan. Ia harus dicari dengan semangat dan disimak dengan tekun” – Abigail Adams

“Agama tanpa ilmu adalah buta. Ilmu tanpa agama adalah lumpuh.” – Albert Einstein

“Belajar memang bukan satu-satunya tujuan hidup kita. Tetapi kalau itu saja kita tidak sanggup atasi, lantas apa yang akan kita capai” – Shim Shangmin

“Orang-orang yang berhenti belajar akan menjadi pemilik masa lalu. Orang-orang yang masih terus belajar, akan menjadi pemilik masa depan” – Mario Teguh

“Yang hebat didunia ini bukanlah tempat dimana kita berada, Melainkan arah yang kita tuju.” - Oliver Wendell Holmes

“Engkau tak dapat meraih ilmu kecuali dengan enam hal yaitu cerdas, selalu ingin tahu, tabah, punya bekal dalam menuntut ilmu, bimbingan dari guru dan dalam waktu yang lama.” - Ali bin Abi Thalib

“Jangan pernah meragukan keberhasilan Sekelompok kecil orang yang bertekad mengubah dunia, Karena hanya kelompok seperti itulah yang pernah berhasil melakukannya” - Margaret Mead

“Pendidikan bukan persiapan untuk hidup. Pendidikan adalah hidup itu sendiri.“ - John Dewey

“Yang penting bukan bagaimana caramu hidup melainkan hidup siapa yang kamu ubah dengan hidupmu. Seorang majikan bisa memberitahumu apa yang ia harapkan darimu Tapi seorang guru membangkitkan pengharapanmu sendiri” - Patricia Neal

“Bantinglah otak untuk mencari ilmu sebanyak-banyaknya guna mencari rahasia besar yang terkandung di dalam benda besar yang bernama dunia ini, tetapi pasanglah pelita dalam hati sanubari, yaitu pelita kehidupan jiwa.” - Al- Ghazali

“Apabila di dalam diri seseorang masih ada rasa malu dan takut untuk berbuat suatu kebaikan, maka jaminan bagi orang tersebut adalah tidak akan bertemunya ia dengan kemajuan selangkah pun.” - Soekarno

“Allah mengangkat orang-orang beriman di antara kamu dan juga orang-orang yang dikaruniai ilmu pengetahuan hingga beberapa derajat.” - (al-Mujadalah : 11)

“Keberhasilan adalah kemampuan untuk melewati dan mengatasi dari satu kegagalan ke kegagalan berikutnya tanpa kehilangan semangat.” - Winston Chuchill

“Bila orang mulai dengan kepastian, dia akan berakhir dengan keraguan. Jika orang mulai dengan keraguan, dia akan berakhir dengan kepastian.” - Francis Bacon

“Nalar hanya akan membawa anda dari A menuju B, namun imajinasi mampu membawa anda dari A ke manapun.” - Albert Einstein

“Tuntulah ilmu pengetahuan itu mulai dari buaian, sampai keliang lahat.” - (Hadits)

“Bukanlah kebaikan itu dengan banyaknya harta dan anak, tetapi dengan banyaknya ilmu, besarnya kesabaran, mengungguli orang lain dalam ibadahnya, apabila berbuat kebaikan ia bersyukur dan bila berbuat salah (dosa) ia beristighfar kepada Allah.” - Ali bin Abi Thalib

“Dengan kecerdasan jiwalah manusia menuju arah kesejahteraan.” - Ki Hajar Dewantara


jadwal-sholat