Problema yang masih sulit di atasi oleh pemerintah indonesia khususnya sektor Pendidikan. sesuai dengan amanat undang-undang dasar 45 pasal 31: (1) setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. (2) setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. (3) pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.
Semisal
saja, kabupaten Jember provinsi Jawa Timur merupakan daerah terbesar ketiga
setelah surabaya dan malang. . Dengan
luas wilayah 3.293,34 km2 atau 329.333,94 Ha. Pernah dijuluki sebagai kota pelajar karena didukung dengan
tumbuh suburnya lembaga-lembaga pendidikan dari PAUD hingga Perguruan Tinggi,
baik Negeri maupun Swasta. namun secara mengejutkan pada
2010 mendapat predikat sebagai kabupaten dengan angka buta aksara tertinggi
nasional, berdasarkan data badan pusat statistic (BPS) jumlahnya mencapai
204.069 atau menyumbang 10.79 dari angka buta aksara nasional yang mencapai 1,9
juta orang saat itu. Namun pada 2014 Terdata semakin sedikitnya
jumlah buta aksara di daerah jember. Pada tahun 2015
setelah berbagai program dan berbagai kalangan bersatu padu memberantas buta
aksara dikabupaten jember, masih ada sebagian kecil masyarakatnya yang masih
saja mengalami buta akasara bahkan masyarakat tersebut adalah masyarakat yang
hanya berjarak sekitar 3,9 hingga 16,5 kilometer dari pusat Kota Jember
(surya.co.id 25/4/2015), sungguh ironis
ketika melihat penyumbang penduduk buta
aksara karena minimnya pendidikan adalah desa-desa terpencil yang masih ingin
bernafas dalam pelukan pemerintah jember. “Ayong selaku anggota komisi D DPRD” mengatakan beberapa waktu lalu pihaknya
sempat menerima aksi demonstrasi dari kalangan mahasiswa terkait persoalan
tersebut. Menurut mereka, penyumbang terbesar angka buta aksara berada di
daerah pinggiran khususnya daerah perkebunan (kompas.com). dari segi fisik
gedung Data
Dinas Pendidikan Kabupaten Jember mencatat 260 ruang kelas SD di kabupaten
setempat dalam kondisi rusak ringan, sedang dan berat pada 2015. menanggapi permasalahan minimnya sarana pendidikan di
Jember
Salah satu desa yang dimaksud adalah Dusun Padasan, Desa Darsono, Kecamatan Arjasa, Kabupaten Jember.
Desa yang mungkin hampir tidak terdengar
suaranya ditelinga, desa yang jauh dari
kemapanan, terutama sektor pendidikan. Ketika kami terjun lansung didaerah
padasan yang mungkin bisa dikatakan desa tersebut memang jauh dari jalanan umum
yang ramai dilintasi truk, mobil atau sepeda motor. Jalanan yang rusak serta
terjal membuat pengguna sepeda motor enggan untuk kesana. Mayoritas pekerjaan
masyarakat disana sebagai seorang petani, Sekolah yang cukup jauh dan minimnya
fasilitas pendidikan yang diberikan oleh Pemerintah kabupaten Jember merupakan
faktor yang turut andil dalam kompleksnya permasalahan di desa padasan. Hasil
wawancara yang didapat dari mahasiswa universitas jember “kholidah aisyah “
sebagai relawan pengajar di daerah padasan mengatakan “desa padasan merupakan
daerah dengan buta aksara yang tinggi, bukan itu saja kebanyakan dari mereka
hanya mengenyam pendidikan sampai sekolah dasar, bahkan putus sekolah. dan
banyak juga dari mereka memutuskan untuk bekerja atau menikah”. Dalam kaitanya
dengan permasalahan tersebut membuat logika berkutat dalam benak kami, ada dua
perspektif,pertama dari suasana masyarakat padasan yang mayoritasnya NU kolot
tidak menerima budaya asing masuk didalamnya (tidak menerima unsur luar),
pandangan masyarakat yang menganggap pendidikan formal akademik tidak begitu di
prioritaskan dan mereka lebih memilih ikut pondok menjadi santri. Berdasarkan teori
perkembangan manusia sudut perkembangan gender dijelaskan bagaimana
gender disosialisasikan kepada anak terdapat 5 pendekatan , pendekatan
biologis, pendekatan sosialisasi, teori skema gender, pendekatan kognitif,
pendekatan psiokinalis. memahami keadaan yang terjadi di dusun padasan sesuai
dengan teori skema gender yaitu budaya patriokal yang masih melekat dalam tubuh
masyarakat . Budaya patriokal yang berkembang dalam masyarakat tersebut berpandangan
perempuan hanya sebagai pengurus rumah tangga,slogan “masak, macak, manak”
masih bergumam disekitar daerah tersebut. laki-laki berkerja disawah mencari
nafkah dan dan perempuan yang hanya
mengurusi rumah tangganya. Pernyataan tersebut semakin kuat ketika bertemu
dengan salah satu warga asli desa padasan bernama ‘leha’. Menurut tuturan
narasumber gadis yang bernama leha tersebut pernah mengikuti pendidikan di
sekolah dasar sampai kelas 5 saja, dan kemudian memutuskan skolah untuk menikah
dengan Pria yang masih satu desa untuk kali keduanya, dan leha kini bekerja
sebagai ibu rumah Tangga. Dalam perspektif pertama dapat disimpulkan masih
minimnya kesadaran akan pentingnya pendidikan di masyarakat tersebut.
Perspektif kedua , yaitu berkenaan dengan aparatur desa tersebut. Dimana ketika
ditanyai tentang keterbukaan soal data kependudukan, jumlah warga yang masih
sekolah dan lainya antara kepala dusun dan balai desa saling melempar tanggung
jawab. Dan juga kebijakan pemerintah desa padasan dalam peningkatan sektor
pendidikan yang jauh dari kata sempurna. Terlebih lagi kebanyakan dari mereka
masih banyak yang belum bisa menggunakan bahasa indonesia dan tidak bisa
membaca.Sangat memprihatinkan melihat kondisi pendidikan desa padasan yang
termasuk desa yang masih tertinggal di daerah jember. pendidikan di kabupaten
jember masih berpusat pada perkotaan saja, minimnya perhatian terhadap
anak-anak desa yang memliki potensi dan ingin mengenyam pendidikan lebih
tinggi. Tak heran jika Belum lama ini
Kementrian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) melalui Direktorat Jenderal
Pendidikan Non Formal Dan Informal (PNFI) merilis angka penduduk yang masih
buta aksara. Yang menarik untuk dicermati, berdasarkan release dirjen PNFI
ternyata angka buta aksara tertinggi Se- Indonesia diraih Kabupaten Jember. Namun Apa saja yang dilakukan Pemerintah
Jember dalam menanggulangi Minimnya mutu pendidikan yang berakibat pada buta
aksara?
Salah satu
bentuk upaya Pemerintah Kabupaten Jember yaitu memasukkan bidang pendidikan sebagai
salah satu prioritas kebijakan pembangunan, disamping kesehatan dan pertanian.
Sebagai program prioritas, pembangunan bidang pendidikan diarahkan pada upaya
peningkatan program efisiensi pengelolaan, agar secara efektif dapat memacu
pada peningkatan mutu dan relevansi pendidikan serta pemerataan kesempatan
memperoleh pendidikan secara berkelanjutan.
sesuai dengan amanat undang-undang dasar 45 pasal 31: (1) setiap warga negara
berhak mendapat pendidikan. (2) setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan
dasar dan pemerintah wajib membiayainya. (3) pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan
dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
yang diatur dengan undang-undang. (4) negara memprioritaskan anggaran
pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan
belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi
kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. (5) pemerintah memajukan ilmu
pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan
persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
Kemudian Tentang “Peraturan
daerah kabupaten jember nomor 2 tahun 2007 tentang penyelenggaraan pendidikan
di kabupaten jember” disebutkan dalam Pasal 6 ayat (6) Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan
semua komponen masyarakat melalui peran serta penyelenggaraan dan
pengendalian mutu layanan pendidikan. Dalam substansi isi peraturan tersebut
merupakan prinsip-prinsip penyelenggaran pendidikan di kabupaten Jember tidak
lepas dari peran seluruuh elemen masyarakat.
Serta dalam
Lampiran Keputusan DPRD Kabupaten Jember Nomor 4 Tahun 2015 tentang Rekomendasi
DPRD Kabupaten Jember terhadap LKPJ Jember Akhir TA. 2014, DPRD Kabupaten
Jember mengeluarkan sekitar 150 rekomendasi.
Hal yang berkaitan dengan Progam pendidikan DPRD merekomendasikan :
a. Dalam Program Wajib Belajar
Pendidikan Dasar (“Wajardikdas”) 9 tahun dan Program Pendidikan Menengah, DPRD
merekomendasikan:
1. Ketersediaan
dan kemerataan sistem tata kelola untuk layanan prima dan/atau memenuhi SPM
sekolah-sekolah di perkotaan dan desa atau daerah terpencil dengan melakukan
pelatihan kepada sekolah;
2. Melakukan inventarisasi
menyeluruh dan menambah anggaran untuk melakukan rehabilitas/perbaikan atau
pembangunan secara terencana dan terukur gedung-gedung sekolah yang rusak atau
usianya tua serta ruang belajar dan memenuhi perlengkapan proses belajar
mengajar yang layak pakai di dalamnya, termasuk meja-kursi untuk
sekolah-sekolah SD dan perlengkapan laboratorium serta alat peraga untuk
sekolah-sekolah menengah;
3. Melakukan
program tanggap darurat segera terhadap sekolah-sekolah yang gedung dan/atau
ruang kelasnya karena “force majeur” misalnya karena bencana alam
menjadi rusak dan tidak dapat dipergunakan lagi;
4. Melakukan
pengawasan dan perawatan yang memadai terhadap sarana dan/atau perlengkapan
pendidikan di atas;
5. Pemerintah
Daerah mengininventarisis status kepemilikan dan mengambil langkah-langkah
penyelesaian untuk tanah tempat bangunan sekolah;
6. Pengerjaan
proyek pasca lelang hendaknya lebih tepat waktu dan tidak dilaksanakan
pengerjaannya di akhir masa anggaran; dan
7. Pemerintah
Daerah menjamin tidak munculnya aneka pungutan dengan dalih apapun yang
berakibat pada mahalnya biaya pendidikan.
b. Dalam program Pendidikan
Keaksaraan, DPRD merekomendasikan:
1. Melakukan upaya
percepatan dan penuntasan pelaksanaan program Kabupaten Jember bebas dari “buta aksara”;
2. Pemerintah
Daerah memfasilitasi untuk turut berperan aktifnya unsur atau komponen
masyarakat, perguruan tinggi dan orgasisasi profesi dalam pelaksanaan program
Kabupaten Jember bebas dari “buta aksara”; dan
3. Pemerintah
Daerah hendaknya meningkatkan implementasi PERDA tentang baca tulis Al Qur’an
secara menyeluruh dan merata.
Dalam
upaya memajukan dan peningkatan mutu pendidikan dikabupaten jember tentu
pemerintah harus berupaya keras. Masalah yang dihadapi hingga saat ini
berkaitan dengan pendidikan ialah buta aksara. Desa-desa yang jauh dari pusat
kota seperti dusun padasan, kecamatan arjasa menjadi penyumbang penduduk dengan
buta aksara yang tinggi. Permasalahan buta aksara tersebut membuat pemerintah
kabupaten jember resah dan membuat kebijakan dengan menggelontorkan anggaran
kurang lebih 3,2 miliyar sebagai bentuk upaya meminimalisir buta aksara dengan
target buta aksara dijember berkurang hingga 30.000 orang/tahunnya. Kebijakan yang dimulai pada tahun 2010 tersebut bisa
dikatakan sukses dalam mengurangi buta aksara, terbukti
pada tahun 2014 angka buta aksara dijember usia produktif 15-59 tahun menurun
hingga 78.752 orang dari 31 kecamatan yang ada salah satunya kecamatan arjasa. Upaya selanjutnya dalam peningkatan
fisik pendidikan yang termasuk di dalamnya ialah gedung sekolah itu sendiri.
Pemerintah kabupaten jember melakukan perbaikan ruang kelas sekolah sebanyak
193 ruang menggunakan anggaran dana alokasi khusus (DAK) sekitar Rp11 miliar
dan perbaikan itu akan dimulai pada Juli 2015. serta dalam peningkatan skill
guru pengajar, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jember sangat
mendukung upaya Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kabupaten Jember untuk
mengadakan pelatihan pendidikan berkedok seminar. Seminar tersebut demi
peningkatan kualitas guru melalui program sertifikasi
profesi guru yang sedang dilaksanakan dengan tujuan untuk peningkatan
profesional guru melalui program sertifikasi profesi. Salah satu
Peningkatan mutu pendidikan yaitu berkaitan dengan cara atau style guru
pengajar dalam mengajari siswa-siswanya. Walaupun guru dan pengajar bukan
satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran
merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas,
tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang
menjadi tanggung jawabnya.
Dalam pandangan Teori behaviorisme yaitu Aliran behaviorisme didasarkan pada
perubahan tingkah laku yang dapat diamati. Oleh karena itu aliran ini berusaha
mencoba menerangkan dalam pembelajaran bagaimanah lingkungan berpengaruh
terhadap perubahan tingkah laku. Dalam kata lain upaya
pemerintah dalam peningkatan mutu pendidikan terdapat pada kebijakan yang
mengharuskan sekolah-sekolah untuk mampu menciptakan pendidikan yang
berkarakter. Tentu lingkungan yang baik akan menumbuhkan sikap siswa sesuai
dengan karakter tersebut. Terlebih upaya dalam pemberantasan buta aksara yang
tidak lepas dari kerja sama semua elemen masyarakat. Dalam kaitanya dengan
teori behaviorisme tersebut Program yang patut dicoba untuk mengatasi masalah
kekurangan jumlah sarana pendidikan tersebut adalah dengan menggagas sekolah
berjaringan masjid, sebagai predikat kota santri tentunya jember tidak asing dengan
keberadaan sarana ibadah berupa masjid, saat ini ada sekitar 213 masjid di
jember yang sudah terdaftar di database kemenag dan masih ada puluhan yang
masih belum terdaftar (sumber :http://simbi.kemenag.go.id/),
masjid yang memiliki sepuluh fungsi, yang salah satunya yaitu sebagai tempat
pendidikan. Progam ini bertujuan untuk memberikan bentuk pengajaran seperti
tata cara sholat, membaca, cara wudhu dan sebagainya. Masjid yang menjadi
pelopor di kabupatrn Jember yaitu masjid Baitul amien yang bertempat di
alun-alun Jember. masjid baitul amien
sebagai sarana pendidikan juga dilaksanakan oleh masjid tujuh kubah ini mulai
dari pendidikan paud, tk, sd hingga SMP, juga pendidikan non formal seperti
TKA, TPA dan TQA, sebagai masjid yang berfungsi penuh Al Baitul Amien
beroparesi mulai jam 02.00 pagi hingga jam 20.00 malam. Sudah banyak kini
sekolah berjaring masjid yang tersebar diberbagai desa dan kecamatan seperti,
kencong, jenggawah, wuluhan, sumbersari, patrang, sukowono dan ajung.
Lingkungan masjid akan mempengaharui tingkat kemauan para peserta didiknya, di
daerah daerah terpencil khusunya daerah dusun padasan, kerdosono, kecamatan
arjasa, melihat penduduknya kebanyakan santri dan santriwati dirasa kebijakan
ini sangat tepat , dikarenakan lingkungan yang cocok . Dimana kultur dari
lingkungan yang bertumpu pada masjid sebagai suatu ajaran utama maka apabila
diselangi dengan pendidikan tentu akan mempengaharui tingkat kemauan untuk
belajar lebih para anak didiknya serta membangun suatu lingkungan yang baru
yang akan mempengaharui karakter peserta didiknya.
Progam lain yang di gagas oleh
pemerintah kabupaten Jember ialah menjalin kerja sama dengan para praktisi
pendidikan, terutama universitas-universitas yang ada di Jember, baik Negeri
Maupun Swasta. Turut andilnya praktisi pendidikan tersebut membantu meringankan
beban pemerintah Jember dalam upaya memberantas buta aksara dan peningkatan
mutu pendidikan, semisal Universitas Jember dengan progam UJAR (Unej Mengajar),
Kerja sama dengan Universitas Terbuka . kerja sama tersebut bertujuan agar 2015
Jember terbebas dari buta aksara. Dimana dalam progam-progam yang dicanangkan
baik pemerintah maupun praktisi menerjunkan relawan-relawan ke daerah-daerah
yang dianggap masih banyak penduduknya yang buta aksara. Salah satu daerah
tersebut ialah dusun kerdosono kecamatan
arjasa. relawan tersebut dibekali pelatihan-pelatihan dan cara mengajar
yang mengasyikkan. Dengan pelatihan tersebut diharapkan menarik minat
masyarakat di daerah yang dituju untuk mau belajar.
Bagi
kalangan Mahasiswa yang peduli akan lingkungan Jember yang masih terjerat buta
aksara sangatlah beragam, dari komunitas, aksi sedekah untuk sekolah-skolah
yang tidak layak, hingga demonstrannsi menuntut agar pemerintah Jember untuk
fokus memberantas buta aksara dan memperbaiki operasional sekolah. khusus pada
Dusun Padasan yang
beralamat di RT 08 RW 03, Desa Darsono, Kecamatan Arjasa, Kabupaten Jember.
Para Mahasiswa yang tergabung dalam komunitas Rumah pelangi padasan dimana
kebanyakan dari mereka adalah mahasiswa Universitas Jember, Fakultas Ilmu
Sosial dan Politik. Turut sertanya rumah pelangi padasan sangat bernilai
positif dalam penyadaran penduduk padasan akan pentingnya pandidikan, komunitas
rumah pelangi padasan mulai berdiri pada tahun 2012 di atas tanah seluas 96 m2
dengan panjang 12 m dan lebar 8 m. Pada halaman samping kiri terdapat kebun
jagung yang memutar hingga ke samping kanan, dimana setelah kegiatan panen
halaman tersebut akan dimanfaatkan sebagai taman bermain. Lokasi Rumah Pelangi
Padasan ini terletak kurang lebih sejauh 10 km dari pusat Kecamatan Arjasa.
Dalam progam rumah pelangi tersebut mengajarkan kepada anak-anak sekitar
wilayah tersebut untuk membaca, menulis dan berhitung. Dalam wawancara kami
“kholidah aisya” selaku relawan rumah pelangi menceritakan asal mula rumah
pelangi padasan ini dibentuk. Suka duka yang dialami seperti halnya ketika
komunitas ini diusir oleh warga karena di anggap sebagai aliran sesat, namun
semangat para pejuang muda yang peduli akan sesamanya tak menyerah hingga rumah
pelangi tersebut dapat diterima kembali oleh masyarakat sekitar. Komunitas
tersebut tidak memiliki tempat tetap untuk mengajar. Tercatat dari tahun 2012
hingga 2015 sebanyak tiga kali harus berpindah tempat. Tempat terakhir hingga
saat ini ialah masjid yang berada di sebelah rumah penduduk dusun padasan.
Rumah Pelangi Padasan memiliki anggota binaan-yang selanjutnya dapat disebut
sebagai peserta didik-sejumlah 62 orang, yang terbagi ke dalam beberapa kelas
sesuai dengan tingkat pendidikannya, serta kelas khusus bagi mereka yang belum
atau tidak mengenyam bangku pendidikan formal. Sedangkan jumlah tenaga pendidik
tetap sekaligus tenaga operasional Rumah Pelangi Padasan terdiri dari 25 orang
yang berasal dari mahasiswa Universitas Jember.
DOWNLOAD di sini
0 komentar:
Posting Komentar